BONA NEWS. Pekan Baru, Riau. — Provinsi Riau kembali menjadi sorotan nasional setelah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap Gubernur Riau Abdul Wahid pada Senin, 3 November 2025. Penangkapan yang dilakukan di Pekanbaru itu menandai babak baru dalam perjalanan politik provinsi kaya sumber daya alam tersebut.
Abdul Wahid resmi dilantik sebagai Gubernur Riau pada 20 Februari 2025, setelah memenangkan Pilkada Serentak 2024 dengan perolehan suara signifikan di 10 kabupaten/kota. Sosok yang sebelumnya menjabat Bupati Indragiri Hilir ini dikenal dengan citra sederhana dan dekat dengan masyarakat. Dalam kampanyenya, ia menjanjikan tata kelola pemerintahan yang transparan, pembangunan infrastruktur merata, serta reformasi birokrasi di jajaran Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR).
Namun, delapan bulan setelah pelantikan, kepemimpinannya harus menghadapi badai politik dan hukum.
Operasi Tangkap Tangan KPK
KPK mengonfirmasi bahwa Abdul Wahid ditangkap bersama sembilan orang lain, termasuk pejabat Dinas PUPR Riau dan pihak swasta. OTT ini bermula dari laporan masyarakat terkait adanya permintaan fee proyek oleh pejabat daerah.
Menurut keterangan resmi KPK, Abdul Wahid diduga menerima “setoran” dari sejumlah proyek infrastruktur di lingkungan UPT Jalan dan Jembatan Wilayah I–VI, dengan total anggaran tambahan sebesar Rp106 miliar pada tahun 2025.
Dari nilai tersebut, KPK mengungkapkan adanya fee sebesar Rp7 miliar, dan hingga November 2025, sekitar Rp4,05 miliar telah diserahkan melalui beberapa tahap sejak bulan Juni.
KPK menegaskan bahwa Abdul Wahid ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan pemerasan terhadap pejabat Dinas PUPR. Status ini diumumkan setelah penyidik menemukan bukti transaksi dan komunikasi terkait permintaan uang yang dikaitkan dengan jabatan kepala daerah.
“Kami menemukan bukti permintaan dan penerimaan uang terkait pengelolaan proyek daerah. Hal ini menunjukkan adanya penyalahgunaan wewenang oleh penyelenggara negara,” ujar Ali Fikri, Kepala Bagian Pemberitaan KPK, dalam konferensi pers di Jakarta (4/11).
Meski sang gubernur telah diamankan, aktivitas pemerintahan Provinsi Riau tetap berjalan. Pemerintah pusat melalui Kementerian Dalam Negeri menunjuk SF Hariyanto, yang menjabat Wakil Gubernur Riau, sebagai Pelaksana Tugas (Plt) Gubernur.
Kepala Biro Pemerintahan Setdaprov Riau, Romi Darmawan, menyatakan bahwa roda pemerintahan tidak akan terganggu.
“Kami tetap memastikan pelayanan publik berjalan seperti biasa, dan seluruh OPD diminta fokus pada pelaksanaan APBD 2025 yang masih berlangsung,” ujarnya kepada RRI Pekanbaru.
Di sisi lain, sejumlah proyek pembangunan di sektor jalan, jembatan, dan irigasi kini berada di bawah pengawasan ketat Inspektorat dan BPKP, untuk mencegah kebocoran anggaran lanjutan.
Kasus ini mendapat perhatian luas di masyarakat. Sejumlah tokoh LSM dan akademisi di Pekanbaru menilai kasus OTT ini menjadi “alarm keras” bagi reformasi birokrasi Riau yang selama ini kerap disorot soal praktik korupsi di sektor infrastruktur.
Menurut Ahmad Yusri, Direktur LSM Riau Integrity, “Kejadian ini seharusnya jadi momentum bersih-bersih di tubuh birokrasi. Jangan sampai proyek daerah kembali jadi ladang transaksi.”
Sementara itu, pelaku usaha konstruksi di Riau berharap agar pemerintah pusat segera memberikan kepastian hukum dan administrasi agar tender-tender proyek tidak tertunda.
“Yang penting roda ekonomi jangan sampai berhenti,” kata Firdaus Ramli, Ketua Gapensi Riau.
Bacaan Viral :
Secara hukum, Abdul Wahid masih berstatus tersangka dan berhak mendapatkan pembelaan. Namun, apabila kasus ini berlanjut hingga vonis tetap (inkracht) dengan hukuman pidana, maka sesuai Pasal 83 ayat 1 UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, jabatan gubernur dapat dicabut dan digantikan oleh wakilnya hingga masa jabatan berakhir.
Mekanisme pemberhentian Kepala Daerah menunggu putusan pengadilan. Selama belum inkracht, statusnya adalah nonaktif sementara. Namun bila terbukti bersalah, otomatis diberhentikan permanen.
Arah Baru Riau Pasca-OTT
Kasus ini memberi dampak besar bagi arah pembangunan di Provinsi Riau. Pemerintahan SF Hariyanto sebagai Plt Gubernur dihadapkan pada tugas berat: menjaga kepercayaan publik, memastikan proyek strategis nasional tetap berlanjut, dan menegakkan prinsip transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan anggaran.
Pemerintah pusat juga diharapkan mempercepat audit menyeluruh terhadap proyek-proyek strategis daerah, termasuk jalan lintas pesisir, embung pengendali banjir, serta perbaikan jembatan Siak IV, yang sempat menjadi program unggulan Abdul Wahid.
OTT terhadap Gubernur Abdul Wahid menjadi cermin tantangan besar bagi reformasi pemerintahan daerah di Riau.
Dalam delapan bulan masa kepemimpinannya, harapan besar terhadap perubahan justru berujung pada ujian hukum yang mengguncang kepercayaan publik.
Meski demikian, langkah cepat pemerintah pusat dan pejabat daerah untuk menjaga stabilitas birokrasi menjadi sinyal positif bahwa Riau masih punya peluang untuk bangkit, dengan kepemimpinan yang lebih bersih dan transparan.
