BONA NEWS. Jakarta, Indonesia.  — Pemerintah Indonesia dan Australia menandatangani nota kesepahaman baru untuk memperkuat perlindungan anak dan remaja di dunia digital. Kerja sama ini mencakup regulasi platform daring, literasi digital bagi anak sekolah, serta mekanisme pengawasan konten yang lebih aman bagi pengguna muda.

Pertemuan berlangsung di Jakarta pada Kamis siang (6/11/2025), dihadiri oleh pejabat Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA), serta delegasi Pemerintah Australia yang dipimpin oleh Assistant Minister for Communications and the Digital Economy, Michelle Rowland.

Dalam pertemuan tersebut, kedua pihak membahas Rencana Aksi Bersama 2026–2030 untuk penguatan tata kelola ruang digital yang ramah anak. Fokusnya adalah pencegahan konten berbahaya, peningkatan literasi digital keluarga, dan penegakan hukum terhadap pelaku kejahatan siber yang menargetkan anak.

“Kita tidak ingin generasi muda Indonesia menjadi korban disinformasi, eksploitasi, atau kekerasan daring. Kerja sama ini adalah langkah konkret untuk membangun ruang digital yang aman dan sehat,” ujar Dirjen Aplikasi Informatika Kominfo, Semuel Abrijani Pangerapan, Kamis (6/11/2025).

Kerja sama bilateral ini memiliki tiga pilar utama:

  1. Perlindungan Anak dan Remaja di Dunia Maya
    Australia akan membantu Indonesia dalam penguatan sistem pelaporan konten berbahaya serta berbagi pengalaman dalam regulasi platform seperti Meta, TikTok, dan YouTube. Di sisi lain, Indonesia akan mengembangkan Pusat Pelindungan Anak Digital Nasional (PPADN) yang diharapkan mulai beroperasi pada 2026.
  2. Pertukaran Pengetahuan dan Pelatihan Teknis
    Pemerintah Australia melalui lembaga eSafety Commissioner akan memberikan pelatihan kepada pegawai Kominfo dan KemenPPPA terkait investigasi kasus eksploitasi anak secara daring, deepfake abuse, serta pengawasan algoritma platform.
  3. Kampanye Literasi Digital Sekolah
    Kedua negara sepakat meluncurkan program “Kids Online Safety Week” di sekolah-sekolah Indonesia mulai 2026. Program ini menargetkan siswa SD hingga SMA, dengan modul pelatihan tentang etika digital, keamanan privasi, dan cara melapor konten negatif.

Menurut data UNICEF 2025, sekitar 78% anak dan remaja Indonesia sudah mengakses internet secara aktif, dengan durasi rata-rata 4 jam per hari. Namun, laporan Kominfo menunjukkan peningkatan kasus pelecehan daring, penyebaran konten kekerasan, dan penipuan digital terhadap anak.

Pemerintah menilai bahwa tanpa intervensi serius, dampaknya dapat mengancam perkembangan psikologis dan sosial anak-anak.

“Ruang digital saat ini seperti dunia kedua bagi anak-anak kita. Negara harus hadir, memastikan mereka aman dari predator dan penyalahgunaan data pribadi,” tegas Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, I Gusti Ayu Bintang Darmawati, Kamis (6/11/2025).

Kerja sama ini juga menjadi bagian dari Inisiatif Indo-Pacific Digital Trust Framework, program regional yang diusung oleh Australia untuk membangun kepercayaan lintas negara dalam pengelolaan ruang digital. Indonesia menjadi negara pertama di Asia Tenggara yang menandatangani perjanjian tersebut secara bilateral.

Dubes Australia untuk Indonesia, Penny Williams, menyebut kerja sama ini adalah “tonggak baru hubungan digital antara kedua negara”.

“Anak-anak dan remaja adalah pengguna digital paling rentan. Melalui kerja sama ini, kita berharap Indonesia dan Australia bisa menjadi contoh bagi kawasan dalam membangun ekosistem digital yang aman dan inklusif,” katanya di sela acara penandatanganan.

Mulai awal 2026, tim gabungan Indonesia–Australia akan membentuk Kelompok Kerja Perlindungan Digital Anak (Digital Child Safety Working Group) yang bertugas merancang standar konten ramah anak dan sistem deteksi otomatis terhadap materi eksploitasi seksual anak (CSAM).

Selain itu, Indonesia juga akan memperbarui Peraturan Menteri Kominfo No. 5 Tahun 2020 tentang Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE), agar lebih tegas terhadap platform yang gagal menghapus konten berbahaya dalam batas waktu yang ditetapkan.

“Kita akan meminta platform untuk bertanggung jawab lebih jauh. Bukan sekadar hapus konten, tapi juga cegah algoritma yang mendorong anak pada paparan berisiko,” tambah Semuel.

Dengan penandatanganan nota kesepahaman ini, Indonesia menunjukkan komitmen kuat membangun ruang digital yang aman dan inklusif bagi generasi muda. Kolaborasi dengan Australia diharapkan mampu mempercepat adaptasi kebijakan perlindungan anak, memperkuat pengawasan platform, dan mendorong kesadaran publik tentang pentingnya literasi digital.

Langkah ini juga mempertegas posisi Indonesia sebagai salah satu pelopor kebijakan “Digital Trust and Safety” di kawasan Asia Pasifik — sebuah fondasi penting menuju transformasi digital yang beretika dan berkeadilan sosial.