BONA NEWS. Medan, Sumatera Utara. — Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Sumatera Utara merilis data terbaru mengenai kondisi ketenagakerjaan di daerah itu. Hasil survei per Agustus 2025 mencatat, jumlah pengangguran terbuka di Sumatera Utara mencapai sekitar 448 ribu orang, atau setara dengan 5,32 persen dari total angkatan kerja.

Meski angka ini menurun dibandingkan periode yang sama tahun lalu (5,60 persen), BPS menilai kondisi pasar tenaga kerja di Sumut masih menghadapi tantangan besar, terutama pada sektor informal dan pekerja paruh waktu yang jumlahnya meningkat.

Angkatan Kerja Naik, Tapi Kualitas Pekerjaan Belum Merata

Kepala BPS Sumatera Utara dalam konferensi pers di Medan menyampaikan bahwa peningkatan partisipasi kerja menjadi sinyal positif terhadap pulihnya aktivitas ekonomi daerah pascapandemi. Namun, ia juga mengingatkan bahwa kualitas pekerjaan belum sepenuhnya membaik.

“Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) naik menjadi 72,29 persen, menunjukkan semakin banyak penduduk usia kerja yang aktif bekerja atau mencari kerja. Tapi masih banyak yang bekerja di sektor informal dengan upah rendah atau jam kerja tidak penuh,” katanya, Kamis (6/11/2025).

Dari total penduduk usia kerja di Sumatera Utara yang mencapai lebih dari 8,4 juta orang, sekitar 6,2 juta orang tercatat bekerja. Namun, di antara mereka, sekitar 9,05 persen tergolong setengah pengangguran, yakni pekerja yang jam kerjanya kurang dari 35 jam per minggu dan masih mencari tambahan pekerjaan.

Kondisi ini menandakan bahwa meskipun angka pengangguran terbuka menurun, tingkat kesejahteraan tenaga kerja belum meningkat signifikan.

Sektor Pertanian Masih Menyerap Pekerja Terbanyak

Hasil survei juga menunjukkan bahwa sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan masih menjadi penopang utama lapangan kerja di Sumatera Utara, menyerap sekitar 32,53 persen dari total tenaga kerja.

Disusul oleh sektor perdagangan besar, eceran, dan perawatan kendaraan bermotor sebesar 19,89 persen, serta industri pengolahan sebesar 9,04 persen.

“Ketergantungan terhadap sektor tradisional seperti pertanian masih tinggi. Sementara sektor industri dan jasa modern tumbuh lambat,” ujar Kepala BPS Sumut menambahkan.

Ia menjelaskan, perubahan struktur tenaga kerja di Sumut berlangsung sangat perlahan. Sektor jasa keuangan, informasi, dan teknologi hanya menyerap sekitar 3,2 persen tenaga kerja — angka yang jauh di bawah provinsi lain seperti Jawa Barat atau DKI Jakarta.

Distribusi Pengangguran Berdasarkan Pendidikan

BPS juga mencatat bahwa tingkat pengangguran tertinggi terdapat pada lulusan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) dengan angka mencapai 9,41 persen. Disusul oleh lulusan SMA sebesar 7,38 persen, sementara lulusan universitas berada pada kisaran 6,12 persen.

Sebaliknya, tingkat pengangguran paling rendah ditemukan pada lulusan SD ke bawah, yakni hanya sekitar 2,97 persen, karena sebagian besar bekerja di sektor pertanian dan perdagangan kecil.

“Ini menunjukkan adanya ketidaksesuaian antara kompetensi pendidikan dengan kebutuhan pasar kerja,” jelas analis ketenagakerjaan BPS Sumut.
“Lulusan menengah ke atas memiliki ekspektasi pekerjaan yang tinggi, tapi lapangan kerja formal masih terbatas.”

Fenomena ini dikenal dengan istilah mismatch tenaga kerja, di mana peningkatan pendidikan tidak selalu diikuti dengan ketersediaan pekerjaan yang sesuai keterampilan.

Ketimpangan Wilayah: Kota Medan vs Kabupaten

Dari sisi wilayah, Kota Medan mencatat angka pengangguran tertinggi di Sumatera Utara, mencapai 7,8 persen, diikuti Binjai (6,9 persen) dan Deliserdang (6,4 persen).
Sementara daerah dengan pengangguran terendah tercatat di Humbang Hasundutan dan Pakpak Bharat, masing-masing di bawah 3 persen.

Kondisi ini menunjukkan kesenjangan kesempatan kerja antara wilayah perkotaan dan pedesaan masih cukup lebar. Di kota, kompetisi tenaga kerja tinggi namun industri baru belum tumbuh seimbang. Sebaliknya, di pedesaan, lapangan kerja lebih stabil tetapi cenderung berorientasi pada sektor tradisional dengan produktivitas rendah.

“Tantangan kita adalah bagaimana menyeimbangkan pertumbuhan ekonomi perkotaan dan pedesaan agar penyebaran kesempatan kerja lebih merata,” jelas ekonom regional BPS.

Pemerintah Diminta Perkuat Pelatihan dan Industri Lokal

Menanggapi data tersebut, sejumlah pemerhati kebijakan publik di Sumatera Utara menilai pemerintah daerah perlu memperkuat strategi pelatihan vokasi dan link and match antara dunia pendidikan dengan industri.

Pemerhati sosial dan kebijakan publik, Bobby Apriliano, pada Kamis (6/11/2025) menyebut bahwa penurunan angka pengangguran harus dibarengi dengan peningkatan kualitas tenaga kerja agar tidak terjebak di sektor informal.

“Penurunan angka pengangguran itu positif, tapi kita belum bicara tentang kualitas pekerjaan. Banyak warga yang bekerja tapi tidak cukup sejahtera. Pemerintah perlu memperkuat program pelatihan vokasi berbasis kebutuhan industri lokal,” kata Bobby Apriliano.

Ia menambahkan bahwa Sumatera Utara sebenarnya memiliki potensi besar di sektor manufaktur, pariwisata, dan ekonomi kreatif, namun belum dimanfaatkan optimal karena keterbatasan tenaga kerja terampil.

“Jika pelatihan disinergikan dengan potensi daerah, misalnya pengolahan hasil pertanian, energi terbarukan, atau digitalisasi UMKM, maka lapangan kerja baru bisa tumbuh lebih cepat,” ujarnya.

Arah Kebijakan: Fokus pada Ketenagakerjaan Inklusif

Pemerintah Provinsi Sumatera Utara melalui Dinas Ketenagakerjaan menyatakan tengah menyiapkan Rencana Aksi Ketenagakerjaan Daerah (RAKD) 2026–2030 yang berfokus pada peningkatan daya saing SDM, perluasan lapangan kerja, dan reformasi sistem pelatihan.

Kepala Dinas Ketenagakerjaan Sumut mengatakan bahwa pihaknya akan menggandeng dunia industri, kampus, serta lembaga pelatihan untuk memastikan lulusan baru siap kerja sesuai kebutuhan pasar.

“Kami ingin memastikan bahwa setiap lulusan pendidikan vokasi di Sumut memiliki tempat di dunia kerja. Program job matching akan diperluas hingga ke tingkat kabupaten/kota,” ujarnya.

Selain itu, pemerintah daerah juga akan memperkuat kerja sama dengan Balai Latihan Kerja (BLK) dan Dinas Perindustrian agar pelatihan berbasis keterampilan industri bisa menjangkau lebih banyak tenaga kerja muda.

Secara keseluruhan, BPS menilai penurunan angka pengangguran di Sumatera Utara tahun 2025 merupakan capaian yang patut diapresiasi, namun masih menyisakan pekerjaan rumah besar.
Kualitas pekerjaan, ketimpangan wilayah, dan minimnya transformasi struktural menjadi tantangan utama yang perlu diatasi bersama.

“Kita masih harus bekerja keras agar setiap warga yang ingin bekerja, punya kesempatan dan pekerjaan yang layak,” tutup Kepala BPS Sumut.

Dengan 448 ribu penduduk masih menganggur dan jutaan lainnya bekerja di sektor informal, pasar tenaga kerja Sumatera Utara tetap membutuhkan perhatian serius. Tantangan ini tidak hanya soal angka statistik, tetapi juga tentang martabat dan kesejahteraan masyarakat di tengah laju pembangunan ekonomi daerah.