BONA NEWS. Jakarta, Indonesia. — Setelah sukses memikat hati penonton di tahun-tahun sebelumnya, Japanese Film Festival (JFF) 2025 kembali digelar di Indonesia dengan konsep lebih luas dan modern. Mengusung tema “Beyond Screen: Discover Japan Through Films,” festival ini menghadirkan 15 film Jepang pilihan yang akan berkeliling ke sembilan kota besar di tanah air mulai 6 November hingga pertengahan Desember 2025.
Festival ini merupakan kerja sama antara Japan Foundation, Kedutaan Besar Jepang di Indonesia, dan jaringan bioskop nasional. Sejak pertama kali diselenggarakan pada 2016, JFF konsisten menjadi jembatan budaya antara Jepang dan Indonesia lewat dunia perfilman.
Tahun ini, JFF memulai rangkaiannya di Jakarta pada 6–10 November 2025, sebelum melanjutkan perjalanan ke Bandung, Yogyakarta, Surabaya, Makassar, Palembang, Medan, Padang, dan Balikpapan.
Setiap kota mendapat giliran sekitar satu minggu, menayangkan sejumlah film pilihan di jaringan bioskop rekanan seperti XXI dan CGV.
Pihak penyelenggara menyebutkan bahwa pemilihan kota tidak hanya mempertimbangkan jumlah penonton, tetapi juga keberagaman komunitas sinema lokal. “Kami ingin menghadirkan pengalaman sinema Jepang yang merata, dari barat sampai timur Indonesia,” ujar perwakilan Japan Foundation dalam keterangan resminya.
15 Film, Beragam Genre, dan Isu Sosial Modern
Total ada 15 film Jepang yang ditayangkan tahun ini. Mulai dari film drama keluarga, komedi romantis, hingga animasi dan dokumenter.
Beberapa judul unggulan yang disebut dalam daftar antara lain:
- Small, Slow but Steady (drama olahraga tentang petinju tunarungu),
- Monster karya sutradara Hirokazu Kore-eda yang sempat memenangkan penghargaan di Cannes,
- Blue Giant (anime musikal bertema jazz),
- serta A Man dan Godzilla Minus One, dua film dengan sentuhan drama sosial dan aksi khas Jepang.
Selain pemutaran film, panitia juga menggelar diskusi interaktif, lokakarya perfilman, dan meet & greet bersama sineas Jepang yang diundang khusus. Tahun ini, ada segmen baru bertajuk Women in Japanese Cinema, yang menyoroti karya sutradara perempuan serta tema kesetaraan gender di dunia film Jepang.
Kehadiran JFF di Indonesia bukan hanya urusan hiburan layar lebar. Di balik festival ini, ada misi diplomasi budaya yang kuat antara kedua negara. Jepang melihat Indonesia sebagai mitra strategis dalam promosi kebudayaan Asia, sementara masyarakat Indonesia dikenal memiliki antusiasme tinggi terhadap budaya Jepang — mulai dari film, musik, anime, hingga kuliner.
Japan Foundation menyebut bahwa minat masyarakat Indonesia terhadap film Jepang meningkat tajam dalam tiga tahun terakhir. Hal ini terlihat dari data penonton JFF 2023 yang mencapai lebih dari 45 ribu orang di seluruh kota penyelenggara.
Dengan penambahan lokasi di Padang dan Balikpapan tahun ini, penyelenggara menargetkan capaian baru hingga 60 ribu penonton.
JFF 2025 juga menjadi bagian dari tren global yang memperlihatkan kebangkitan film Asia di panggung internasional.
Film-film Jepang kini banyak berbicara di festival dunia, bersanding dengan karya dari Korea Selatan dan India.
Sutradara Hirokazu Kore-eda, Naomi Kawase, hingga Ryusuke Hamaguchi disebut sebagai sosok yang mengubah pandangan dunia terhadap film Jepang — bukan lagi sekadar “niche,” melainkan karya yang universal dan emosional.
Bagi penonton Indonesia, JFF menjadi jendela untuk memahami cara berpikir, nilai-nilai sosial, dan dinamika kehidupan masyarakat Jepang modern tanpa harus berangkat jauh ke Tokyo.
“Film adalah cara paling halus untuk memahami karakter suatu bangsa,” tulis Japan Foundation dalam siaran persnya.
Dari sisi komunitas film lokal, JFF disambut antusias. Banyak sineas muda Indonesia memanfaatkan festival ini untuk belajar gaya visual, penulisan naskah, dan produksi film Jepang yang terkenal detail dan efisien.
Beberapa pengamat menyebut bahwa pendekatan JFF yang lebih inklusif tahun ini menandakan kematangan hubungan budaya Indonesia–Jepang.
Selain memperkenalkan film Jepang, JFF juga membuka ruang bagi kolaborasi lintas budaya, seperti program residensi film atau pertukaran pelajar di bidang perfilman.
“Film bukan hanya hiburan, tapi juga diplomasi emosional,” ujar seorang penonton di Jakarta yang hadir dalam pembukaan festival. Ia menilai JFF memberi inspirasi bagi industri film nasional untuk lebih berani bereksperimen dengan cerita-cerita sederhana namun menyentuh.
Dengan tema “Beyond Screen,” JFF ingin mengajak penonton Indonesia melihat film bukan hanya sebagai tontonan, tapi juga pengalaman lintas budaya.
Panitia menegaskan bahwa ke depan, mereka akan memperluas program agar mencakup daerah-daerah di luar kota besar dan memperbanyak film dokumenter sosial.
Festival ini diharapkan menjadi simbol hubungan budaya dua negara yang saling memperkaya, serta bukti bahwa sinema bisa menjadi jembatan antarbangsa tanpa batas geografis.
