BONA NEWS. Jakarta, Indonesia. — Delegasi Mahkamah Konstitusi (MK) Aljazair melakukan kunjungan resmi ke Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia (MKRI) pada pekan ini. Kunjungan tersebut menjadi bagian dari program kerja sama internasional di bidang hukum tata negara dan peradilan konstitusi antara kedua lembaga tinggi negara.
Pertemuan yang berlangsung di Gedung MK, Jakarta, pada Kamis, 6 November 2025, disambut langsung oleh Ketua MK Suhartoyo beserta jajaran hakim konstitusi dan pejabat struktural MKRI.
Dalam pertemuan itu, kedua pihak membahas upaya memperkuat sistem peradilan konstitusi, pertukaran pengetahuan, serta kerja sama dalam pendidikan dan penelitian hukum.
Kunjungan MK Aljazair ini merupakan bagian dari agenda diplomasi hukum lintas benua yang dijalankan oleh MKRI sejak beberapa tahun terakhir.
Menurut pernyataan resmi yang dirilis MK, Indonesia dinilai berhasil membangun sistem peradilan konstitusi yang mandiri, modern, dan terbuka bagi publik — sebuah model yang kini banyak dipelajari oleh negara-negara sahabat.
Ketua MK Suhartoyo menyebut hubungan antara MK Indonesia dan MK Aljazair sudah terjalin cukup lama.
“Kita memiliki visi yang sama, yaitu menjadikan hukum konstitusi sebagai penopang utama demokrasi,” ujar Suhartoyo dalam sambutannya.
Pihak MK Aljazair pun menyampaikan kekaguman terhadap langkah Indonesia dalam membangun sistem peradilan yang berbasis transparansi digital.
“Kami melihat bagaimana Indonesia memadukan nilai-nilai hukum modern dengan kearifan lokal. Ini contoh yang menginspirasi bagi kami,” ujar perwakilan MK Aljazair.
Belajar dari Pengalaman Indonesia
Dalam kunjungan tersebut, delegasi Aljazair mempelajari langsung bagaimana MKRI menangani berbagai perkara penting seperti sengketa hasil pemilihan umum, pengujian undang-undang terhadap UUD 1945, serta penerapan prinsip checks and balances antar-lembaga negara.
Para tamu juga mendapat penjelasan tentang sistem e-Court dan digitalisasi arsip perkara yang saat ini digunakan MKRI. Teknologi tersebut dinilai mampu mempercepat proses administrasi tanpa mengurangi kualitas pemeriksaan perkara.
Selain itu, MKRI juga memperkenalkan Pusat Pendidikan Pancasila dan Konstitusi (Pusdik MK) di Cisarua, Bogor, sebagai lembaga pelatihan dan pendidikan bagi mahasiswa hukum, akademisi, dan hakim konstitusi dari berbagai negara.
Hubungan antara Indonesia dan Aljazair sebenarnya tidak hanya sebatas kerja sama ekonomi atau politik, tetapi juga menyentuh ranah hukum dan keadilan.
Kedua negara sama-sama anggota Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) dan memiliki tradisi hukum yang kuat berbasis nilai moral dan kemanusiaan.
Melalui kunjungan ini, kedua lembaga menegaskan pentingnya peradilan konstitusi yang independen sebagai fondasi demokrasi modern.
Kedua pihak juga sepakat untuk menjajaki peluang kerja sama baru dalam bentuk pertukaran hakim konstitusi, seminar internasional, serta penerbitan jurnal hukum bersama.
Menurut keterangan resmi, MK Aljazair menilai Indonesia sebagai mitra ideal karena memiliki pengalaman panjang dalam mengelola perbedaan politik melalui mekanisme hukum yang adil dan transparan.
Konteks Hubungan Indonesia–Aljazair
Secara diplomatik, hubungan kedua negara sudah berlangsung sejak 1963.
Aljazair termasuk negara pertama di Afrika yang mengakui kemerdekaan Indonesia dan sejak itu hubungan kedua negara berkembang di berbagai bidang — mulai dari energi, pendidikan, hingga kebudayaan.
Di sektor hukum, kerja sama ini menjadi bagian dari soft diplomacy atau diplomasi lunak Indonesia, yang menempatkan nilai-nilai keadilan dan supremasi hukum sebagai wajah baru hubungan antarbangsa.
Dari perspektif global, kemitraan ini juga memperkuat posisi Indonesia di kancah hukum internasional, terutama dalam Asosiasi Mahkamah Konstitusi Asia (AACC) yang kini dipimpin oleh MKRI.
Melalui forum ini, Indonesia mendorong kolaborasi antarnegara untuk memperkuat demokrasi konstitusional dan perlindungan hak asasi manusia.
Bagi MKRI, kunjungan ini tidak hanya seremoni, melainkan bentuk nyata dari diplomasi konstitusi.
Indonesia kini menempatkan hukum sebagai salah satu instrumen diplomasi luar negeri yang setara pentingnya dengan ekonomi dan kebudayaan.
Sekretaris Jenderal MK, Heru Setiawan, menyebut bahwa kerja sama dengan MK Aljazair membuka peluang bagi peningkatan kapasitas kelembagaan dan pertukaran gagasan lintas sistem hukum.
“Setiap negara punya pengalaman unik. Pertukaran ini memungkinkan kita belajar dari satu sama lain, sehingga hukum konstitusi semakin kontekstual dan relevan dengan zaman,” ujarnya.
Usai kunjungan resmi di Jakarta, delegasi MK Aljazair dijadwalkan mengunjungi Pusat Pendidikan Pancasila dan Konstitusi MK di Cisarua, Bogor, untuk mengikuti lokakarya singkat.
Mereka juga dijadwalkan bertemu dengan perwakilan Kementerian Luar Negeri RI guna membahas aspek kerja sama diplomatik yang lebih luas.
Kunjungan tersebut diakhiri dengan penandatanganan nota kesepahaman (MoU) antara MKRI dan MK Aljazair, yang berisi komitmen memperkuat pendidikan hukum, riset, serta kolaborasi publikasi akademik di bidang konstitusi.
Kunjungan ini semakin menegaskan posisi Indonesia sebagai salah satu negara yang berperan aktif dalam pengembangan hukum tata negara di dunia internasional.
Dengan terus menjalin kerja sama dengan berbagai negara, MKRI diharapkan dapat memperkuat nilai-nilai konstitusi, demokrasi, dan keadilan sosial, baik di dalam negeri maupun di tingkat global.
Seperti dikatakan Ketua MK Suhartoyo, “Keadilan konstitusional tidak mengenal batas negara. Setiap bangsa memiliki tanggung jawab moral untuk menjaganya.”
Pesan itu menutup pertemuan dengan nada persahabatan yang hangat antara dua bangsa yang berbeda benua, namun satu semangat: menegakkan keadilan dan kedaulatan hukum.
