BONA NEWS. Medan, Sumatera Utara. — Lonjakan harga beras kembali menjadi isu utama yang menyita perhatian publik di Sumatera Utara (Sumut). Dalam dua bulan terakhir, harga beras di sejumlah pasar tradisional dan modern mengalami kenaikan signifikan, memicu kekhawatiran masyarakat terutama kelompok menengah ke bawah. Meski berbagai program stabilisasi sudah digelar pemerintah, kenyataannya harga beras di tingkat konsumen masih berada di atas harga normal.

Situasi terbaru menunjukkan bahwa harga beras medium di beberapa sentra perdagangan Sumut sudah menyentuh angka Rp15.000–Rp16.500 per kilogram, sementara beras premium mencapai Rp17.000–Rp19.000 per kilogram, tergantung lokasi pasar dan ketersediaan pasokan.

Data monitoring pangan harian Pemko Medan menunjukkan adanya kenaikan bertahap sejak minggu pertama November 2025, dan hingga memasuki Desember tekanan harga masih belum menunjukkan tanda-tanda mereda.

Kenaikan Harga Terjadi Secara Merata di Sumut

Berdasarkan penelusuran di beberapa kabupaten/kota, kenaikan harga terjadi relatif merata:

  • Kota Medan: beras medium rata-rata Rp16.000 per kilogram
  • Deli Serdang: Rp15.500–Rp16.200
  • Binjai dan Langkat: Rp15.000–Rp15.800
  • Pematangsiantar – Simalungun: Rp15.500–Rp16.500
  • Tapanuli bagian Selatan: bahkan mencapai Rp17.000 untuk jenis medium di sejumlah pasar

Pedagang di Pasar Petisah dan Pasar Sei Sikambing mengaku kenaikan terjadi hampir setiap minggu. Sebagian menyebutkan pasokan dari distributor mulai berkurang sejak Oktober karena harga gabah di tingkat petani melonjak tajam.

Faktor Utama Pemicu Lonjakan Harga Beras

Meski produksi beras nasional tahun 2025 dilaporkan meningkat, kondisi di Sumut justru menunjukkan gejala yang berbeda. Sejumlah faktor diduga kuat menyebabkan kenaikan harga beras dalam beberapa pekan terakhir:

1. Harga Gabah Melonjak

Harga gabah kering giling di Kabupaten Deli Serdang dan Serdang Bedagai kini berada pada kisaran Rp8.000–Rp8.500 per kilogram, naik dari kisaran normal Rp6.500–Rp7.200.

Kenaikan harga gabah ini menyebabkan biaya produksi beras meningkat sehingga harga di tingkat konsumen ikut terdorong naik.

2. Distribusi Tidak Merata

Walau stok nasional mencukupi, distribusi ke wilayah Sumatera bagian utara tidak selalu lancar. Sejumlah titik jalur distribusi mengalami gangguan, termasuk antrean kapal dan hambatan dari daerah sentra produksi di pulau Jawa.

3. Infrastruktur Logistik Belum Optimal

Masalah kerusakan jalan di daerah sentra pertanian, khususnya di Langkat, Dairi, dan Simalungun, ikut menambah biaya logistik. Transportasi yang mahal berdampak langsung pada harga jual di tingkat konsumen.

4. Cuaca Tidak Menentu

Beberapa daerah mengalami panen mundur akibat cuaca ekstrem. Produksi lokal menjadi tidak stabil, yang membuat pedagang mengandalkan pasokan dari luar daerah.

5. Dugaan Pelanggaran Harga Eceran Tertinggi (HET)

Satgas pangan beberapa kali menemukan adanya pedagang yang menjual di atas HET untuk beras medium. Hal ini diperburuk dengan kurangnya pengawasan rutin di beberapa kabupaten.


Dampak Kenaikan Harga Beras pada Masyarakat Sumut

Kenaikan harga beras memberikan dampak luas terhadap kehidupan rumah tangga di Sumut, terutama karena beras adalah komoditas utama konsumsi masyarakat.

1. Daya Beli Rumah Tangga Turun

Keluarga yang biasanya membeli 20–30 kilogram beras per bulan kini harus mengeluarkan tambahan Rp60.000–Rp100.000 dari anggaran belanjanya.

2. Lonjakan Inflasi Pangan

Kontribusi terbesar inflasi Sumut berasal dari kelompok makanan. Kenaikan harga beras memperberat inflasi daerah, terutama menjelang akhir tahun dan perayaan Natal serta Tahun Baru.

3. Kelompok Rentan Paling Terdampak

Pekerja harian, buruh, dan keluarga berpenghasilan rendah adalah kelompok yang paling terpukul. Banyak yang terpaksa menurunkan kualitas atau kuantitas konsumsi.

4. Potensi Konflik Sosial

Jika harga terus naik tanpa kebijakan yang cepat dan terukur, keresahan sosial bisa meningkat. Pemerintah daerah wajib mewaspadai gejolak ini.

Langkah Pemerintah Mengatasi Kondisi

Pemerintah pusat dan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara mengambil sejumlah langkah untuk menstabilkan harga, antara lain:

1. Operasi Pasar dan Beras SPHP

BULOG Sumut aktif menyalurkan beras Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) ke pasar-pasar di Medan, Binjai, Tebing Tinggi, Pematangsiantar, dan Labuhanbatu.

Harga SPHP masih lebih rendah dibandingkan harga pasar, yaitu berada di sekitar Rp10.900–Rp11.500 per kilogram.

2. Penegakan HET

Satgas Pangan bersama Dinas Perdagangan melakukan inspeksi mendadak untuk menindak pedagang atau distributor yang menjual di atas HET.

3. Pemerataan Distribusi

Upaya mendistribusikan beras SPHP ke daerah pinggiran dan kepulauan, seperti Nias, Simeulue lintas pengiriman, serta daerah Tapanuli bagian selatan, sedang digencarkan.

4. Peninjauan Jalur Logistik

Pemprov Sumut berkoordinasi dengan Pemerintah Pusat untuk mempercepat perbaikan jalur distribusi pangan terutama di daerah-daerah rawan terputus akibat cuaca.

Pemerhati kebijakan publik Sumatera Utara, Bobby Apriliano, mengingatkan bahwa lonjakan harga beras bisa menjadi ancaman serius bila tidak ditangani cepat.

Dalam keterangannya pada Senin, 1 Desember 2025, Bobby menyampaikan:

“Kenaikan harga beras bukan sekadar isu ekonomi, tetapi menyangkut kesejahteraan dasar masyarakat. Pemerintah perlu memastikan distribusi berjalan baik di seluruh kabupaten/kota. Jika tidak, warga berpenghasilan rendah akan semakin tertekan.”

Ia juga menyoroti bahwa Sumut kerap menjadi daerah dengan tekanan inflasi yang tinggi.

Bobby menambahkan:

“Distribusi beras SPHP harus merata, bukan hanya di kota-kota besar. Daerah pedalaman dan daerah dengan akses sulit justru harus menjadi prioritas.”

Analisis: Mengapa Harga Tetap Sulit Turun?

Meski operasi pasar sudah digelar, harga beras masih belum mengalami penurunan signifikan. Analisis menunjukkan tiga faktor utama:

1. Struktur Pasar Tidak Ideal

Rantai pasok beras di Sumut masih panjang: petani → penggiling → distributor → agen → pedagang pasar → konsumen.
Setiap mata rantai menambah margin yang berkontribusi pada naiknya harga akhir.

2. Ketergantungan pada Pasokan Luar Daerah

Produksi lokal tidak selalu mampu memenuhi kebutuhan total Sumut. Ketika pasokan dari Jawa, Aceh, atau Lampung terhambat, harga langsung melonjak.

3. Harga Gabah Diperkirakan Tidak Turun dalam Waktu Dekat

Selama cuaca ekstrem dan biaya pupuk masih tinggi, kecil kemungkinan harga gabah turun signifikan dalam tiga bulan ke depan.

Rekomendasi Kebijakan untuk Pemerintah

Agar situasi tidak semakin memburuk, beberapa langkah direkomendasikan:

  1. Perkuat cadangan beras pemerintah di Sumut untuk operasi pasar jangka panjang.
  2. Bangun pusat distribusi gabah dan beras di daerah strategis seperti Deliserdang dan Serdang Bedagai untuk menekan margin distribusi.
  3. Fokus pada perbaikan jalan tani dan jalan distribusi terutama di Simalungun, Dairi, dan Langkat.
  4. Perluas bantuan beras bagi keluarga rentan, terutama menjelang akhir tahun.
  5. Digitalkan pemantauan harga agar masyarakat dapat mengakses update harga secara real time.

Tips bagi Masyarakat Menghadapi Kenaikan Harga

Selain menunggu kebijakan pemerintah, masyarakat dapat melakukan langkah adaptif, seperti:

  • Membeli beras SPHP atau beras pemerintah yang harganya dikendalikan.
  • Mengatur ulang pola belanja bulanan agar pengeluaran tidak membengkak.
  • Melakukan pembelian bertahap untuk menghindari kenaikan mendadak.
  • Mengganti sebagian konsumsi dengan sumber karbohidrat alternatif.

Kenaikan harga beras di Sumatera Utara pada akhir tahun 2025 adalah alarm penting bagi pemerintah daerah maupun pusat. Meski stok nasional aman, permasalahan distribusi, kenaikan harga gabah, dan ketidakpastian cuaca membuat harga beras tetap bergerak naik di tingkat konsumen.

Bagi masyarakat, kondisi ini berdampak langsung pada daya beli dan kesejahteraan. Pemerintah perlu melakukan langkah jangka pendek melalui operasi pasar serta langkah jangka panjang berupa perbaikan distribusi pangan.

Sebagaimana ditegaskan pemerhati kebijakan publik Bobby Apriliano, stabilisasi harga beras bukan hanya tugas pemerintah semata, tetapi memerlukan kerja sama semua pihak agar warga Sumut tidak terus terbebani.