BONA NEWS. Medan, Sumatera Utara– Bencana banjir dan longsor yang melanda sejumlah provinsi di Pulau Sumatra sejak akhir November 2025 kini berkembang menjadi salah satu tragedi kemanusiaan terbesar dalam satu dekade terakhir. Sumatera Utara (Sumut), bersama Aceh dan Sumatera Barat, menjadi wilayah dengan dampak paling parah. Jumlah korban meninggal terus bertambah dan kini melampaui 700 jiwa, sebagaimana dilansir dari beberapa sumber resmi penanggulangan bencana.

Data lintas lembaga menunjukkan bahwa bencana ini bukan hanya menimbulkan korban jiwa, tetapi juga memicu krisis kemanusiaan skala besar: ratusan orang hilang, puluhan ribu rumah rusak, dan jutaan warga terdampak. Kerusakan infrastruktur yang melumpuhkan akses bantuan membuat penanganan di lapangan semakin sulit.

Artikel ini merangkum seluruh data terbaru mengenai korban, sebaran bencana, kondisi Sumatera Utara termasuk Kota Medan, penyebab utama, hingga langkah penanganan serta rekomendasi jangka panjang.

Informasi awal dari lembaga penanggulangan bencana pada akhir November mencatat 116 korban meninggal di Sumatera Utara serta 42 warga hilang. Satu hari kemudian, angka tersebut meningkat menjadi 127 korban meninggal dan 104 orang hilang.

Lonjakan terbesar terlihat pada laporan gabungan 30 November, ketika jumlah korban di Sumut naik menjadi 166 jiwa, sedangkan 143 orang masih hilang. Semakin hari pencarian menemukan fakta lebih buruk. Pada data lanjutan yang dikutip dari laporan resmi, tercatat 283 korban meninggal hanya di wilayah Sumatera Utara, sementara 173 orang belum ditemukan.

Puncaknya, laporan penanganan bencana nasional per 2 Desember 2025 menyebut total korban meninggal di seluruh Sumatra telah mencapai 708 jiwa, dan angka ini berpotensi bertambah mengingat ratusan warga masih dalam pencarian.

Angka-angka tersebut menggambarkan eskalasi bencana yang begitu cepat. Banyaknya korban terjadi akibat kombinasi banjir bandang, longsor bukit, runtuhan tanah, gelombang tinggi, dan terjebaknya warga di daerah terpencil.

Dampak Terparah di Sumatera Utara

Sumatera Utara menjadi salah satu provinsi yang paling terdampak. Kabupaten/kota dengan korban terbanyak meliputi:

  • Tapanuli Tengah
  • Tapanuli Selatan
  • Tapanuli Utara
  • Sibolga
  • Humbang Hasundutan
  • Mandailing Natal
  • Samosir (beberapa titik longsor)
  • Dairi dan Karo (daerah pegunungan rawan longsor)

Beberapa daerah pesisir dan perbukitan mengalami longsor besar yang menghantam permukiman warga. Sementara itu, banjir bandang menerjang kawasan aliran sungai dengan kecepatan tinggi sehingga menyapu rumah-rumah yang berada di bantaran sungai maupun dataran rendah.

Medan Ikut Terdampak Meski Tidak Separah Daerah Hulu

Kota Medan ikut terdampak banjir, meski skalanya tidak sebesar kabupaten hulu. Sejumlah titik rawan—antara lain, Medan Amplas, Medan Johor, Medan Tuntungan, dan Medan Maimun,  Medan Marelan, Belawan, Medan Labuhan, Medan Denai —mengalami banjir hingga ketinggian 60–200 cm.

Ada laporan mengenai korban jiwa dari wilayah Kota Medan, meskipun jumlahnya relatif lebih rendah. Banjir di Medan bukan hanya disebabkan curah hujan ekstrem, tetapi juga:

  • kapasitas drainase yang tidak memadai,
  • sedimentasi sungai,
  • penyempitan alur sungai,
  • serta buangan sampah ke aliran air.

Kondisi ini memperlihatkan bahwa ibu kota provinsi pun tidak sepenuhnya siap menghadapi hujan ekstrem.

Selain korban jiwa, bencana ini menyebabkan krisis kemanusiaan skala besar. Ribuan rumah:

  • hanyut,
  • rusak berat,
  • tertimbun longsor, atau
  • tak lagi layak huni.

Puluhan ribu warga mengungsi ke pos darurat, rumah ibadah, sekolah, dan balai desa. Di beberapa titik, warga bertahan dengan kondisi terbatas tanpa listrik, tanpa air bersih, dan dengan suplai makanan yang sangat minim.

Di kabupaten Tapanuli dan daerah terpencil lainnya, banyak permukiman terisolasi sehingga bantuan sulit masuk. Beberapa desa bahkan baru dapat dijangkau tim SAR setelah 2–3 hari bencana berlangsung.

Faktor Penyebab Bencana: Alam dan Perilaku Manusia

Hujan ekstrem yang melanda wilayah Sumatra disebabkan oleh kombinasi:

1. Curah Hujan Monsun yang Sangat Tinggi

Beberapa laporan menyebut pengaruh sistem cuaca skala besar, termasuk potensi siklon tropis yang meningkatkan intensitas hujan.

2. Kerusakan Lingkungan

Kerusakan vegetasi hulu, pembukaan lahan tanpa perhitungan, serta perubahan tata guna lahan membuat penyerapan air berkurang drastis. Ketika hujan ekstrem datang, air langsung mengalir dan menyebabkan banjir bandang serta longsor.

3. Infrastruktur Mitigasi Minim

Banyak area rawan longsor tidak memiliki:

  • terasering,
  • dinding penahan tanah,
  • sistem peringatan dini,
  • serta jalur evakuasi yang jelas.

Di daerah perkotaan seperti Medan, persoalan klasik drainase menjadi kontributor utama banjir.

4. Pemukiman di Zona Rawan

Di beberapa daerah Tapanuli, rumah warga berada di lereng curam atau dekat sungai berarus deras. Ketika longsor terjadi, rumah-rumah tersebut menjadi sasaran pertama.

Penanganan bencana melibatkan BNPB, BPBD, TNI/Polri, Basarnas, relawan, hingga organisasi kemanusiaan internasional. Sejumlah langkah dilakukan, antara lain:

1. Evakuasi & Pencarian Korban

Tim SAR gabungan terus melakukan pencarian meski menghadapi kondisi sulit: jalan putus, jembatan roboh, cuaca buruk, dan daerah yang hanya bisa dijangkau dengan helikopter.

2. Distribusi Bantuan Logistik

Bantuan meliputi:

  • makanan siap saji,
  • selimut dan tenda darurat,
  • pengobatan,
  • air bersih,
  • peralatan evakuasi.

Namun, banyak korban belum mendapatkan bantuan memadai akibat distribusi yang terhambat.

3. Pembangunan Jembatan & Akses Darurat

Beberapa akses darat dibuka secara bertahap menggunakan alat berat. Jembatan darurat mulai dipasang di kabupaten yang terisolasi.

4. Penanganan Psikososial

Pemerintah menurunkan tim pendamping untuk membantu warga terutama anak-anak, lansia, dan keluarga yang kehilangan anggota keluarga.

5. Penetapan Status Darurat Bencana

Sejumlah daerah di Sumut telah mengumumkan status darurat bencana untuk mempercepat mobilisasi bantuan dan memudahkan proses penanganan.

Meskipun demikian, bencana berskala besar membuat kebutuhan jauh melebihi kapasitas awal. Kondisi geografis Sumatra Utara—perbukitan curam, jurang dalam, dan sungai berarus cepat—memperberat operasi penyelamatan.

Warga di berbagai daerah menyampaikan kesedihan mendalam akibat kehilangan keluarga dan rumah. Banyak yang bercerita bahwa air bah datang sangat cepat, hanya hitungan menit sejak hujan mencapai puncaknya.

Beberapa desa mengalami longsor besar yang langsung menimbun satu per satu rumah, sehingga banyak korban tidak sempat menyelamatkan diri. Cerita para penyintas ini memperlihatkan betapa besar dampak bencana yang terjadi.

Meski dalam duka, banyak warga menyampaikan apresiasi terhadap relawan dan petugas SAR yang bekerja siang-malam untuk mengevakuasi korban serta membawa bantuan.

Mengapa Sumatera Utara Harus Mendapat Perhatian Serius

Ada beberapa alasan mengapa Sumut harus menjadi fokus utama dalam penanganan jangka pendek maupun jangka panjang:

  1. Jumlah korban di Sumut adalah salah satu yang tertinggi di Sumatra.
  2. Banyak wilayah Sumut berada di geografi yang secara alamiah rentan longsor.
  3. Daerah pesisir terkena dampak banjir bandang dari hulu sungai.
  4. Kota Medan sebagai pusat ekonomi juga terdampak banjir urban.
  5. Infrastruktur penanggulangan bencana masih belum memadai.

Jika pola yang sama terus terjadi tanpa mitigasi besar-besaran, Sumatera Utara akan terus menjadi wilayah dengan risiko tinggi.

Agar tragedi seperti ini tidak berulang, diperlukan langkah serius dan terukur:

1. Rehabilitasi Hutan Hulu & Daerah Tangkapan Air

Reboisasi total untuk menghentikan aliran permukaan yang menyebabkan banjir bandang.

2. Penataan Permukiman Zona Merah

Relokasi wajib untuk daerah yang berulang kali terkena longsor.

3. Penguatan Drainase Kota Medan

Normalisasi sungai, pembersihan sedimen, pelebaran jalur air, dan peningkatan kapasitas pompa.

4. Sistem Peringatan Dini Bencana

Pemasangan sensor tanah longsor, alat ukur debit air, serta jaringan sirine peringatan.

5. Pendidikan Kebencanaan Berbasis Desa

Masyarakat harus mengetahui jalur evakuasi, titik kumpul, dan tanda-tanda awal longsor/banjir.

6. Pembangunan Infrastruktur Tahan Bencana

Jembatan, jalan, dan tanggul harus dirancang untuk kondisi ekstrem yang kini semakin sering terjadi.

Bencana banjir dan longsor yang menerjang Sumatra, khususnya Sumatera Utara, adalah tragedi kemanusiaan besar yang memerlukan perhatian serius. Dengan jumlah korban lebih dari 700 jiwa, puluhan ribu pengungsi, serta kerusakan infrastruktur masif, upaya penanganan tidak boleh berhenti pada fase tanggap darurat saja.

Sumatera Utara membutuhkan strategi pemulihan dan mitigasi yang terukur, terencana, dan melibatkan seluruh pihak: pemerintah pusat, daerah, lembaga ilmiah, serta masyarakat. Tanpa perubahan besar, risiko bencana serupa akan terus menghantui provinsi ini.