BONA NEWS. Jakarta, Indonesia.  — Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) mengeluarkan peringatan resmi kepada masyarakat terkait meningkatnya penyebaran informasi palsu atau hoaks mengenai status kebencanaan Indonesia di berbagai platform media sosial. Dalam beberapa hari terakhir, sejumlah unggahan beredar luas dengan narasi menyesatkan, termasuk klaim bahwa Indonesia telah “ditetapkan sebagai bencana internasional” dan ajakan menghadiri pertemuan darurat yang ternyata tidak pernah diterbitkan oleh lembaga resmi mana pun.

Komdigi menegaskan bahwa informasi tersebut tidak benar, tidak berdasar, dan berpotensi memicu kepanikan publik, terutama di tengah penanganan berbagai peristiwa bencana di sejumlah daerah. Pemerintah meminta masyarakat untuk meningkatkan kewaspadaan digital, termasuk melakukan verifikasi silang sebelum menyebarkan informasi apa pun terkait situasi bencana.

Peringatan terbaru Komdigi muncul setelah ditemukannya pola penyebaran hoaks yang memanfaatkan situasi krisis, terutama pada daerah-daerah yang baru saja mengalami bencana alam. Dalam beberapa unggahan, penyebar hoaks membuat narasi seolah-olah pemerintah telah menetapkan status khusus berskala internasional bagi Indonesia, lengkap dengan undangan rapat darurat, pesan berantai, hingga klaim bahwa masyarakat harus bersiap menghadapi keadaan “super darurat”.

Menurut keterangan Komdigi, pola seperti ini biasanya muncul ketika masyarakat sedang berada dalam kondisi rentan. Emosi, kecemasan, dan kebutuhan akan informasi cepat seringkali dimanfaatkan oleh pihak tertentu yang ingin menyebarkan kepanikan atau meraih keuntungan tertentu, baik berupa klik, interaksi, maupun manipulasi opini publik.

Di tingkat nasional, Komdigi mencatat ribuan konten hoaks yang teridentifikasi sepanjang 2024—termasuk hoaks seputar bencana alam, kesehatan, dan politik. Memasuki 2025, penanganan hoaks kebencanaan menjadi salah satu fokus utama karena informasi keliru pada saat darurat dapat menghambat upaya penyelamatan dan memicu kepanikan.

Contoh Hoaks yang Viral dan Bahayanya

Sejumlah konten menyesatkan dalam beberapa hari terakhir terpantau menyebar cepat. Salah satu unggahan yang viral menampilkan surat undangan palsu atas nama lembaga pemerintah dengan judul “Penetapan Bencana Internasional untuk Indonesia”. Surat tersebut memuat ajakan menghadiri rapat koordinasi dan mencantumkan cap serta tanda tangan palsu.

Selain itu, beberapa unggahan video pendek di platform populer juga menyebarkan klaim bahwa “pemerintah telah mengumumkan status siaga internasional” atau “seluruh warga di daerah pesisir harus mengungsi malam ini”. Komdigi memastikan bahwa seluruh klaim tersebut tidak pernah diterbitkan oleh lembaga resmi mana pun, termasuk Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), BMKG, maupun kementerian terkait.

Praktik disinformasi semacam ini dianggap sangat berbahaya. Dalam beberapa kasus, informasi palsu dapat menyebabkan masyarakat melakukan tindakan panik, menghambat proses evakuasi, hingga membingungkan aparat di lapangan yang sedang menjalankan tugas. Pemerintah menegaskan bahwa setiap informasi terkait peringatan bencana harus mengacu pada kanal resmi.

Dalam pernyataan resmi yang dipublikasikan Selasa malam, Komdigi menegaskan bahwa masyarakat wajib mengutamakan sumber terpercaya sebelum mengambil keputusan atau menyebarkan informasi lebih lanjut.

“Komdigi menyerukan publik untuk tidak langsung mempercayai informasi semacam itu tanpa verifikasi — terutama jika berasal dari sumber tidak resmi — agar tidak menimbulkan kepanikan atau disinformasi di tengah krisis,” demikian pernyataan Komdigi, Selasa (2/12/2025)

Komdigi juga kembali mengingatkan bahwa seluruh informasi terkait status bencana, potensi gempa, tsunami, hingga langkah evakuasi hanya dapat dikeluarkan oleh lembaga berwenang seperti BMKG, BNPB, dan pemerintah daerah. Jika informasi tidak bersumber dari kanal tersebut, masyarakat diminta untuk menahan diri dan segera melakukan pengecekan.

Tidak Ada Penetapan “Bencana Internasional”

Berdasarkan penelusuran dan klarifikasi resmi pemerintah, tidak ditemukan pernyataan atau keputusan apa pun mengenai penetapan “bencana internasional” untuk Indonesia. Istilah tersebut tidak dikenal dalam mekanisme penanganan bencana di Indonesia maupun di tingkat global. Penetapan status kedaruratan di Indonesia mengikuti klasifikasi resmi yang diatur dalam sistem penanggulangan bencana nasional, mulai dari status siaga, waspada, hingga tanggap darurat.

Komdigi memastikan bahwa informasi yang beredar menggunakan istilah tersebut merupakan hoaks yang sengaja dibuat untuk menimbulkan keresahan. Pemerintah meminta masyarakat untuk tidak berpartisipasi dalam penyebaran konten tersebut.

Masyarakat Diminta Lebih Cermat dan Kritis

Fenomena meningkatnya penyebaran disinformasi di tengah bencana menunjukkan bahwa literasi digital masyarakat masih perlu diperkuat. Komdigi mendorong warga untuk memahami konsep “verifikasi sebelum berbagi”, yakni memeriksa sumber informasi melalui kanal resmi sebelum menyebarkannya.

Beberapa langkah sederhana yang dianjurkan:

  1. Cek sumber
    Pastikan informasi berasal dari lembaga resmi atau media kredibel.
  2. Waspadai judul sensasional
    Hoaks sering memakai istilah dramatis seperti “bencana global”, “darurat internasional”, atau “pengungsian massal mendadak”.
  3. Periksa ulang ke situs atau aplikasi resmi
    Informasi bencana hanya valid jika terdapat di kanal resmi BMKG, BNPB, atau pemerintah daerah.
  4. Laporkan jika ragu
    Komdigi memiliki kanal pelaporan konten hoaks yang bisa digunakan masyarakat setiap saat.

Selain itu, pemerintah menambahkan bahwa masyarakat harus mengurangi konsumsi informasi dari akun anonim, sumber tidak jelas, dan grup percakapan tertutup yang sering menjadi tempat berkembangnya disinformasi.

Komdigi juga mengajak media nasional, lokal, dan komunitas untuk memperkuat perannya dalam memerangi hoaks, terutama dalam situasi darurat. Media diminta menyediakan informasi yang akurat, cepat, dan diverifikasi, sekaligus meluruskan informasi salah yang beredar di publik.

Pemerintah menilai kerja sama antara media dan lembaga negara sangat krusial. Media memiliki peran menjadi penyeimbang informasi, penguat edukasi publik, dan benteng terakhir ketika ruang digital dipenuhi kabar bohong yang dapat menciptakan kekacauan.

Kasus terbaru ini menjadi pengingat bahwa di era digital, bencana informasi bisa sama berbahayanya dengan bencana fisik. Ketika kabar palsu menyebar lebih cepat daripada klarifikasi resmi, masyarakat dapat terdorong mengambil keputusan yang salah — dari menyebarkan kepanikan hingga mengambil tindakan yang merugikan.

Pemerintah berkomitmen meningkatkan kapasitas respons krisis digital, namun keberhasilan upaya ini sangat bergantung pada kesadaran masyarakat. Komdigi menegaskan, literasi digital, kehati-hatian, dan disiplin informasi harus menjadi kebiasaan seluruh warga negara.

“Waspadai hoaks, pastikan informasi berasal dari sumber resmi, dan jangan biarkan disinformasi mengganggu penanganan bencana,” tutup Komdigi dalam imbauannya kepada masyarakat pada Selasa malam (2/12/2025)