BONA NEWS. Jakarta, Indonesia. — Sejumlah wilayah di Indonesia mulai memasuki fase kritis musim penghujan, ditandai dengan meningkatnya intensitas hujan, potensi banjir, hingga longsor di berbagai daerah. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) dalam peringatan dini yang dirilis pekan ini mencatat adanya penguatan fenomena atmosfer basah di wilayah barat dan tengah Indonesia, menyebabkan cuaca ekstrem yang berulang setiap akhir tahun.
Hujan yang turun dengan durasi panjang dan intensitas tinggi telah menyebabkan banjir di beberapa wilayah Sumatera, Jawa Barat, Jawa Tengah, Kalimantan, dan Sulawesi Selatan. Kondisi ini kembali mengingatkan bahwa Indonesia berada dalam siklus tahunan bencana hidrometeorologi yang sulit diprediksi, semakin berbahaya, dan membutuhkan mitigasi struktural yang lebih kuat.
Awal Desember Ditandai Peningkatan Curah Hujan
Memasuki minggu pertama Desember 2025, pola angin muson dan penguatan monsun Asia menjadi pemicu utama terbentuknya awan hujan tebal di beberapa wilayah. Sejumlah titik mengalami hujan dengan intensitas sangat lebat yang menyebabkan genangan dan banjir dalam hitungan jam.
BMKG melaporkan bahwa wilayah dengan risiko tinggi meliputi:
- pesisir barat Sumatera,
- Jawa Barat bagian selatan,
- Jawa Tengah bagian utara,
- Kalimantan Selatan dan Timur,
- serta sebagian Sulawesi Selatan.
Curah hujan ekstrem ini juga berdampak pada meningkatnya tinggi muka air sungai di beberapa daerah yang sebelumnya sudah memiliki kondisi DAS (Daerah Aliran Sungai) rentan.
Banjir Rendam Wilayah Padat Penduduk
Di beberapa kota, banjir tidak lagi dianggap kejadian musiman, tetapi sudah menjadi bagian dari siklus tahunan yang membawa kerugian material besar bagi masyarakat.
Di Jawa Barat, banjir merendam kawasan permukiman di Kabupaten Bandung, Cianjur, dan Sukabumi akibat meluapnya sungai Citarum dan anak sungainya. Warga terpaksa mengungsi sementara karena air naik hingga 80 cm di beberapa titik.
Di Jawa Tengah, kota-kota pesisir seperti Pekalongan dan Semarang kembali dilanda banjir rob bercampur hujan deras. Sistem drainase yang belum optimal memperparah genangan. Beberapa sekolah memilih kembali ke sistem pembelajaran daring karena kelas-kelas tidak dapat digunakan.
Di Kalimantan Selatan, banjir menggenangi sebagian wilayah Barito Kuala dan Banjar akibat curah hujan ekstrem tiga hari berturut-turut. Warga yang tinggal di dekat bantaran sungai merasakan air naik mendadak pada malam hari.
Longsor di Daerah Pegunungan
Selain banjir, cuaca ekstrem memicu serangkaian longsor di daerah perbukitan dan pegunungan.
Di Sulawesi Selatan, longsor terjadi di Kabupaten Enrekang dan Toraja Utara. Tiga rumah warga rusak dan akses jalan lintas kabupaten terputus sementara. Evakuasi dilakukan dengan alat berat setelah material tanah menutup jalan sepanjang 15 meter.
Di Sumatera Barat, beberapa kecamatan di Kabupaten Agam dan Tanah Datar mengalami longsor kecil hingga sedang. Masyarakat diminta meningkatkan kewaspadaan, khususnya yang tinggal di lereng curam dengan struktur tanah labil.
Longsor menjadi ancaman tahunan karena kondisi topografi curam dan deforestasi yang memperparah kerentanan tanah saat jenuh air.
Penyebab Cuaca Ekstrem: Perubahan Iklim dan Kerusakan Lingkungan
Pakar lingkungan menilai bahwa intensitas bencana hidrometeorologi meningkat setiap tahun. Penyebab utamanya adalah kombinasi antara:
1. Perubahan Iklim Global
Suhu permukaan laut yang lebih hangat membuat penguapan meningkat, menciptakan awan hujan lebih tebal dan intens. Fenomena seperti La Niña atau Indian Ocean Dipole negatif turut memperkuat curah hujan.
2. Kerusakan Hutan
Deforestasi di beberapa daerah menyebabkan hilangnya fungsi hutan sebagai penyerap air. Tanah tidak lagi mampu menahan air hujan, sehingga permukaan air cepat naik.
3. Alih Fungsi Lahan
Pembangunan permukiman dan industri di daerah resapan air memperparah risiko banjir. Betonisasi tanpa sistem drainase yang sesuai menjadi faktor penghambat aliran alami air.
4. Kualitas Drainase Perkotaan yang Buruk
Di banyak kota besar, saluran air dipenuhi sampah, sedimen, atau tidak terhubung secara sistemik. Hal ini menyebabkan air meluap dengan cepat ketika hujan deras turun.
Kerugian Ekonomi: Dampak yang Semakin Membengkak
Banjir dan longsor tidak hanya menimbulkan kerusakan rumah warga, tetapi juga memberi dampak besar terhadap ekonomi.
Beberapa sektor yang terdampak:
- Pertanian, ketika sawah terendam dan gagal panen.
- Transportasi, akibat jalan nasional dan provinsi terputus.
- Perdagangan, karena distribusi barang terganggu.
- Usaha mikro, terutama pedagang pasar yang terganggu aktivitasnya.
Kerugian ini terus berulang setiap tahun tanpa penyelesaian struktural yang menyeluruh.
Pemerintah daerah (pemda) di beberapa provinsi melakukan langkah cepat, seperti:
- pemantauan debit sungai 24 jam,
- pembersihan drainase darurat,
- pemasangan pompa penyedot air,
- penyiapan posko pengungsian sementara,
- distribusi bantuan logistik kepada warga.
BPBD di berbagai daerah juga mengaktifkan sistem peringatan dini lokal, mengimbau warga tidak beraktivitas di sekitar sungai yang debitnya meningkat dan memperkuat patroli di jalur rawan longsor.
Perlu Mitigasi Jangka Panjang, Bukan Sekadar Darurat
Para pakar menilai bahwa pendekatan “penanganan saat banjir sudah terjadi” tidak lagi cukup. Indonesia harus beralih pada strategi mitigasi jangka panjang.
Beberapa langkah yang dinilai mendesak:
1. Normalisasi Sungai dan Penguatan Tanggul
Sungai-sungai besar seperti Ciliwung, Brantas, dan Musi memerlukan penanganan menyeluruh untuk mengembalikan kapasitas alirannya.
2. Rehabilitasi Hutan dan Daerah Resapan Air
Penanaman kembali, pembatasan pembukaan lahan baru, dan konservasi DAS menjadi kunci mengurangi risiko banjir.
3. Drainase Kota yang Terintegrasi
Pemerintah kota harus membangun sistem drainase modern yang berkelanjutan, bukan patchwork yang hanya memperbaiki titik rusak.
4. Edukasi dan Partisipasi Masyarakat
Kesadaran warga dalam menjaga lingkungan, tidak membuang sampah di sungai, dan memperhatikan peringatan dini menjadi bagian penting dari mitigasi bencana.
BMKG memproyeksikan puncak musim hujan tahun 2025–2026 akan terjadi pada Januari hingga Februari. Artinya, risiko banjir dan longsor masih akan meningkat beberapa minggu ke depan.
Warga di daerah rawan banjir diminta menjaga kesiapsiagaan, menyimpan dokumen penting di tempat tinggi, dan memperhatikan peringatan dini dari pemerintah.
Awal Desember 2025 menjadi pengingat bahwa Indonesia belum keluar dari siklus tahunan bencana hidrometeorologi. Cuaca ekstrem, banjir, hingga longsor akan terus menjadi ancaman jika perbaikan sistemik tidak dilakukan. Upaya pemerintah, kerja sama masyarakat, dan mitigasi jangka panjang menjadi kunci mengurangi kerugian sosial dan ekonomi setiap tahun.
Peringatan dini harus diterapkan secara konsisten, dan pembangunan harus kembali berpihak pada kelestarian lingkungan agar Indonesia mampu keluar dari lingkaran bencana berulang yang terus menghantui akhir tahun.
