BONA NEWS. Medan, Sumatera Utara. — Medan, kota terbesar ketiga di Indonesia, tengah mengalami perubahan budaya urban yang semakin terasa dalam beberapa tahun terakhir. Di pusat perubahan itu, ada satu kelompok yang mendominasi dinamika sosial: Generasi Z. Lahir antara 1997–2012, kelompok ini tumbuh dalam era digital, cepat beradaptasi, dan memiliki identitas budaya urban yang sangat khas. Di Medan, Gen Z tidak hanya menjadi penggerak tren, tetapi juga pencipta gaya hidup baru yang mempengaruhi arah bisnis, ekonomi kreatif, hingga pola konsumsi masyarakat kota.
Fenomena ini terlihat jelas di berbagai sudut Medan: mulai dari kafe yang penuh hingga larut malam, ruang kreatif yang semakin marak, hingga meningkatnya pola belanja melalui aplikasi digital. Budaya nongkrong, kebiasaan konsumsi cepat, dan preferensi gaya hidup praktis menjadikan Gen Z sebagai kekuatan ekonomi kota yang tidak bisa diabaikan.
Artikel ini mengulas bagaimana fenomena Gen Z di Medan berkembang, apa yang mempengaruhinya, serta bagaimana dampaknya terhadap perubahan sosial dan budaya perkotaan.
Nongkrong sebagai Identitas Sosial
Jika di era 1990-an budaya nongkrong identik dengan warung kopi tradisional atau lapo tuak, maka bagi Gen Z Medan, nongkrong telah menjadi identitas dan ruang eksistensi. Kafe, co-working space, dan angkringan modern menjamur di berbagai titik: mulai dari Jamin Ginting, Setia Budi, Ring Road, Pancing, hingga kawasan Kota Lama Kesawan yang kini lebih bergairah.
Bagi Gen Z, nongkrong bukan hanya soal minum kopi. Ada sejumlah alasan yang membuat aktivitas ini menjadi budaya utama:
1. Mencari Ruang Kreatif
Banyak anak muda Medan memanfaatkan kafe sebagai tempat bekerja, mengerjakan tugas kuliah, atau membuka peluang kolaborasi. Kehadiran Wi-Fi gratis dan kenyamanan ruang membuat kafe menjadi “kantor kedua” bagi Gen Z yang sebagian besar terbiasa dengan pola kerja digital.
2. Membentuk Jaringan Sosial
Nongkrong menjadi ruang memperluas jaringan, menambah relasi, hingga bertemu komunitas. Mulai dari komunitas startup, videografer, konten kreator, hingga fotografer street-style, semuanya sering bertemu di satu meja.
3. Kebutuhan Ekspresi dan Gaya
Budaya visual mendominasi kehidupan Gen Z. Banyak dari mereka memilih kafe dengan desain estetik untuk kebutuhan foto, konten media sosial, atau sekadar menunjang gaya hidup urban. Tak jarang, sebuah tempat viral bukan karena menu, tetapi karena estetik di kamera.
4. Tempat Pelarian dan Healing
Di tengah tekanan akademik, ekonomi, dan dinamika sosial, kafe menjadi tempat “healing” bagi banyak Gen Z. Duduk sendiri, mendengarkan musik, dan menikmati minuman favorit menjadi ritual untuk menenangkan pikiran.
Tren Konsumsi: Cepat, Praktis, dan Emosional
Gen Z dikenal sebagai kelompok yang sangat responsif terhadap perubahan. Di Medan, pola konsumsi mereka tidak hanya mengikuti tren nasional, tetapi juga memiliki karakter lokal.
1. Makanan dan Minuman: Eksperimen Tanpa Henti
Fenomena makanan viral menjadi konsumsi utama. Sebuah menu baru langsung dicoba, direview, dan dibagikan di media sosial.
Beberapa tren yang paling disukai Gen Z Medan antara lain:
- Minuman boba dan kopi susu kekinian
- Dessert Korea dan Jepang
- Street food modern seperti corndog, rice bowl, maupun ayam pedas level
- Makanan lokal yang dikemas modern, seperti mie gomak cup, lontong Medan instan, dan sate-satean modern
Gen Z tidak segan mencoba banyak makanan berbeda dalam satu minggu, karena bagi mereka pengalaman kuliner adalah bagian dari hiburan.
2. Belanja Online sebagai Kebiasaan Harian
Platform seperti TikTok Shop, Shopee, dan Instagram Shop menjadi “pasar utama” bagi Gen Z. Mereka tidak lagi bergantung pada toko fisik untuk mendapatkan pakaian, alat elektronik, hingga makanan beku. Belanja online bukan sekadar kebutuhan, tapi aktivitas sosial yang membangun identitas.
Faktor yang mendorong pola ini:
- Harga lebih murah
- Promo dan cashback
- Kemudahan pembayaran digital
- Paket yang datang ke rumah memberikan sensasi kepuasan emosional
3. Konsumsi Konten Lebih Dominan dari Konsumsi Produk
Satu hal unik dari Gen Z Medan adalah mereka sering lebih banyak mengonsumsi konten daripada membeli barang. Banyak yang menjadikan review makanan, fesyen, teknologi, hingga film di TikTok dan Instagram sebagai hiburan sehari-hari.
Beberapa malah membuat kebiasaan “scrolling sambil makan” yang kini menjadi norma baru.
Gaya Hidup Baru: Praktis, Digital, dan Fleksibel
Gaya hidup Gen Z Medan jauh berbeda dengan generasi sebelumnya. Mereka adaptif, lebih bebas, dan mengutamakan fleksibilitas.
1. Transportasi Digital Semakin Mendominasi
Ojek online dan layanan transportasi online menjadi pilihan utama. Mobilitas yang cepat, harga terjangkau, dan kenyamanan menjadikan layanan digital sebagai bagian dari hidup sehari-hari.
Banyak Gen Z tidak lagi melihat kendaraan pribadi sebagai simbol status — berbeda dengan pola generasi milenial dan generasi sebelumnya.
2. Karier Fleksibel dan Dunia Freelance
Di Medan, semakin banyak Gen Z yang memilih jalur:
- Freelancer desain
- Videografer dan editor
- Konten kreator
- Admin media sosial
- Game streamer
Mereka tidak terikat dengan jam kerja kantor. Gaya hidup ini memberi ruang kreativitas, tetapi juga ketidakpastian finansial yang cukup tinggi.
3. Kesehatan Mental Menjadi Prioritas
Gen Z Medan semakin vokal soal isu mental health. Clinic psikologi mulai marak, konten edukasi mental health ramai di media sosial, dan kegiatan “me time” disebut sebagai kebutuhan, bukan kemewahan.
Isu depresi, burnout, dan overthinking makin sering dibicarakan di ruang publik — satu hal yang jarang terlihat pada generasi sebelumnya.
Tekanan Sosial yang Dihadapi Gen Z Medan
Meski tampak hidup bebas dan modern, banyak Gen Z Medan menghadapi tekanan sosial yang cukup besar.
1. Tuntutan Ekonomi di Tengah Biaya Hidup Tinggi
Harga makanan, sewa kost, hingga biaya kuliah di Medan meningkat dalam beberapa tahun terakhir. Sementara itu, pekerjaan yang stabil tidak selalu mudah ditemukan.
Banyak Gen Z yang akhirnya menyeimbangkan hidup: kuliah, kerja part-time, dan membangun usaha kecil.
2. Standar Estetika Media Sosial
Tekanan untuk tampil sempurna di media sosial membuat sebagian Gen Z merasa cemas:
- harus tampil keren di kafe
- harus punya outfit estetik
- harus punya foto liburan
- harus terlihat “produktif”
Budaya “flexing halus” mulai menjadi fenomena sosial tersendiri.
3. Kekhawatiran Masa Depan
Mereka tumbuh di era penuh tantangan: ekonomi tidak stabil, perkembangan teknologi cepat, serta kompetisi kerja semakin ketat. Banyak Gen Z yang mengaku cemas ketika memikirkan masa depan, terutama karier dan pendapatan.
Pengaruh Gen Z terhadap Ekonomi Kota Medan
Tidak bisa dipungkiri, Gen Z kini menjadi penggerak ekonomi penting di Medan. Mereka memengaruhi berbagai sektor:
1. Pertumbuhan Kafe dan Kuliner
Hampir setiap bulan muncul kafe baru yang menargetkan Gen Z. Bahkan daerah pinggiran seperti Johor, Helvetia, Marelan, dan Tembung pun kini memiliki kafe minimalis dengan desain Instagramable.
Pelaku UMKM kuliner mengakui bahwa pelanggan terbanyak mereka adalah Gen Z yang datang berulang kali dan aktif mengupload konten.
2. Ekonomi Kreatif Melejit
Konten kreator, studio foto, videografi, agency digital marketing, hingga bisnis thrift berkembang pesat. Banyak dari bisnis ini digerakkan langsung oleh Gen Z.
3. Perubahan Pola Belanja Lokal
Gen Z mendorong pasar Medan bergeser dari model konvensional menjadi digital. Banyak brand lokal kini lebih fokus pada TikTok dan Instagram daripada toko fisik.
Komunitas Gen Z: Mesin Penggerak Kreativitas Kota
Di balik budaya nongkrong dan konsumsi digital, ada puluhan komunitas Gen Z yang aktif di Medan:
- Komunitas fotografi jalanan
- Komunitas e-sports dan mobile gaming
- Komunitas startup muda
- Komunitas musik indie
- Kolektif seni dan creative hub
- Komunitas literasi dan diskusi publik
- Komunitas sepeda, skateboard, hingga lari
Komunitas-komunitas ini berkumpul di taman kota, kafe, ruang terbuka, hingga acara musik kecil. Aktivitas mereka menghidupkan ruang publik Medan yang sebelumnya kurang dimanfaatkan.
Transformasi Ruang Kota dan Lanskap Sosial
Fenomena Gen Z membawa dampak nyata terhadap ruang kota Medan. Lanskap sosial berubah:
1. Tumbuhnya Ruang Nongkrong Baru
Banyak ruang terbengkalai yang kini disulap menjadi creative space. Pemerintah dan swasta mulai melihat potensi ekonomi Gen Z dan memperbanyak ruang publik modern.
2. Kota yang Makin ‘Instagramable’
Desain mural, spot foto, lampu-lampu tematik, hingga konsep open space kini memenuhi beberapa titik kota. Semua diarahkan untuk menyambut kultur visual Gen Z.
3. Aktivitas Malam Meningkat
Medan kini menjadi kota yang lebih hidup pada malam hari, terutama karena Gen Z lebih suka nongkrong malam daripada siang. Ekonomi malam tumbuh pesat dalam tiga tahun terakhir.
Arah Perubahan: Kemana Gen Z Medan Bergerak?
Fenomena Gen Z di Medan bukan sekadar tren singkat, melainkan tanda perubahan sosial yang lebih besar. Lima tahun ke depan, Gen Z diprediksi akan mengubah wajah kota Medan secara signifikan:
- Bisnis kuliner semakin niche dan kreatif.
- Ekonomi digital semakin dominan.
- Ruang kota semakin menyesuaikan gaya hidup urban.
- Komunitas kreatif menjadi aktor sosial yang berpengaruh.
- Model kerja fleksibel semakin diterima.
Namun di sisi lain, ada PR besar yang harus diperhatikan:
- akses pekerjaan layak
- literasi keuangan
- fasilitas publik ramah anak muda
- ruang kesehatan mental
- tantangan biaya hidup
Gen Z bukan hanya kelompok konsumen, tetapi juga pembentuk budaya masa depan. Medan sedang memasuki babak baru — kota yang tumbuh bersama pola pikir generasi yang paling digital, paling vokal, dan paling cepat berubah.
Fenomena Gen Z di Medan menggambarkan bagaimana dinamika kota berkembang seiring munculnya nilai-nilai baru yang dibawa generasi muda. Budaya nongkrong, pola konsumsi yang digital, gaya hidup praktis, hingga ledakan ekonomi kreatif menunjukkan bahwa anak muda bukan sekadar penonton, tetapi aktor utama dalam perubahan kota.
Medan kini hidup dengan semangat baru — energi generasi yang sedang menulis ulang definisi kehidupan urban. Dan apa yang mereka lakukan hari ini, akan menjadi identitas kota di masa depan.
