BONA NEWS. Sumatera Utara. — Sengketa kepemilikan tanah dan gedung Universitas Tjut Nyak Dhien (UTND) Medan kembali memanas. Sejumlah orang yang mengaku sebagai ahli waris pendiri yayasan kampus ini melakukan penyegelan gedung rektorat pada 24 Juli 2025, menandai babak baru konflik hukum yang telah berlangsung selama bertahun-tahun.

Kampus yang berlokasi di Jalan Gatot Subroto, Gg. Rasmi, Kecamatan Medan Helvetia itu kini berada dalam pengawasan bersama, setelah kelompok ahli waris menegaskan hak milik berdasarkan putusan pengadilan.

Sejarah Singkat Kampus

Universitas Tjut Nyak Dhien didirikan pada tahun 1956 oleh Yayasan Abdi Pendidikan dan Ilmu Pengetahuan Sumatera Utara (APIPSU). Yayasan ini dipimpin oleh almarhum H.T. Abdullah Umar Hamzah, yang dikenal sebagai tokoh pendidikan di Sumatera Utara. Selama lebih dari enam dekade, UTND berperan besar dalam dunia pendidikan tinggi di Medan.

Namun, persoalan mulai mencuat sejak muncul klaim dari keturunan keluarga pendiri yayasan, yang menyatakan bahwa aset kampus, termasuk tanah seluas 8.983,6 meter persegi, adalah milik pribadi keluarga, bukan milik yayasan.

Siapa Ahli Waris?

Kelompok yang mengklaim sebagai ahli waris sah antara lain:

  • Cut Fitri Yulia
  • Cut Farah Novitra
  • Tengku Septian Melza Putra

Ketiganya merupakan anak dari almarhum H.T. Iskandar Zulkarnain, yang tak lain adalah anak kandung H.T. Abdullah Umar Hamzah, pendiri yayasan tersebut.

Kuasa hukum ahli waris menyatakan bahwa status kepemilikan telah dikukuhkan melalui putusan Mahkamah Agung. “Kami adalah ahli waris sah dan berhak atas tanah serta bangunan di lokasi kampus,” ujar Dwi Ngai Sinaga, kuasa hukum ahli waris, dalam keterangannya kepada wartawan.

Aksi Penyegelan dan Protes Mahasiswa

Pada 24 dan 25 Juli 2025, kelompok ahli waris menyegel gedung rektorat. Mereka memasang spanduk besar bertuliskan klaim hak milik dan menggembok pintu ruangan rektorat. Tindakan ini mengganggu aktivitas administrasi dan akademik kampus, termasuk proses pendaftaran ulang mahasiswa baru.

“Ini mengganggu proses belajar mengajar kami. Kami bingung harus mengurus administrasi ke mana,” ujar salah satu mahasiswa UTND, Jum’at (25/7/2025)

Ketegangan sempat meningkat, hingga akhirnya dilakukan mediasi antara pihak ahli waris, aparat kelurahan, dan pihak kecamatan. Dalam hasil mediasi, disepakati bahwa kunci ruang rektorat diserahkan secara simbolis kepada Lurah Cinta Damai, Kecamatan Medan Helvetia, untuk menjaga netralitas hingga sengketa selesai.

Dasar Hukum Klaim Kepemilikan

Kuasa hukum ahli waris menyebutkan bahwa sengketa ini telah melalui proses hukum panjang, dan dimenangkan oleh ahli waris melalui putusan pengadilan tingkat akhir. Mereka menyebut bahwa status tanah di atas kampus bukan milik yayasan, melainkan milik pribadi H.T. Iskandar Zulkarnain yang diwariskan kepada anak-anaknya.

“Ini bukan sekadar penguasaan paksa. Kami punya dasar hukum. Ini murni persoalan hak waris,” kata Dwi Ngai Sinaga.

Sayangnya, pihak Yayasan APIPSU belum memberikan pernyataan resmi terkait klaim ini, meski sebelumnya pernah menyebut bahwa aset kampus adalah bagian dari kekayaan yayasan, bukan warisan pribadi.

Aktivitas Kampus Terganggu

Sejumlah staf akademik menyatakan prihatin atas situasi yang terjadi. Dalam kondisi kampus yang dikepung konflik, proses belajar mengajar terganggu dan dikhawatirkan akan memengaruhi reputasi universitas di mata calon mahasiswa dan masyarakat umum.

“Sampai sekarang belum jelas siapa yang punya hak sah menjalankan kampus ini. Kami hanya ingin mengajar dan melayani mahasiswa,” kata salah satu dosen yang enggan disebutkan namanya.

Menuju Penyelesaian Damai?

Pemerintah Kecamatan Medan Helvetia bersama pihak kelurahan mengupayakan mediasi lanjutan antara ahli waris dan yayasan agar konflik tidak berlarut dan mahasiswa tidak menjadi korban.

“Kita berharap semua pihak menahan diri dan menyelesaikan ini secara damai. Yang paling penting, kegiatan akademik jangan sampai lumpuh,” ujar Lurah Cinta Damai saat menerima simbolis kunci segel kampus.

Kasus ini menjadi pengingat pentingnya pengelolaan aset yayasan pendidikan secara legal dan akuntabel. Tanpa dokumentasi hukum yang jelas, sengketa seperti ini bisa terjadi bahkan puluhan tahun setelah pendirian lembaga.

Saat ini, kampus UTND Medan berada dalam situasi genting. Masa depan mahasiswa, dosen, dan reputasi institusi terancam oleh konflik internal yang belum kunjung selesai. Diharapkan semua pihak yang terlibat dapat menempuh jalur hukum dan mediasi yang adil demi kepentingan bersama. (Red)