BONA NEWS. Sumatera Utara – Medan. — Sebuah rekaman suara yang diduga kuat berasal dari seorang pejabat Kementerian Koperasi dan UKM (Kemenkop) berinisial MH, menjadi viral setelah tersebar di media sosial dan grup-grup WhatsApp. Dalam rekaman tersebut, suara yang mirip MH terdengar membahas secara terbuka tentang dugaan praktik ‘permainan anggaran’ di lingkungan Pemerintah Kota (Pemko) Medan.
MH diduga Muhammad Husni, diketahui merupakan mantan pejabat penting di Pemko Medan yang sebelumnya pernah menduduki posisi strategis, seperti Kepala Dinas Lingkungan Hidup, Kadis Kebersihan dan Pertamanan, Kepala Dinas Pendapatan Daerah Kota Medan, serta terakhir menjabat sebagai Kepala BPBD Kota Medan. Saat ini, MH menjabat sebagai Asisten Deputi Penataan Kawasan Usaha pada Deputi Bidang Pengawasan Koperasi Kementerian Koperasi dan UKM RI.
Bicara Soal DPA, E-Katalog, dan “Makan Kucing”
Dalam rekaman berdurasi sekitar 4 menit yang diperoleh wartawan, MH menyebut beberapa hal sensitif, termasuk keuntungan yang bisa diambil dari DPA (Dokumen Pelaksanaan Anggaran), sistem e-katalog pengadaan barang dan jasa, hingga penyebutan anggaran “makan kucing” sebesar Rp20 juta per bulan.
“DPA itu bisa main, dulu di Dinas PU itu main, Perkim juga. Di e-katalog pun bisa main, tinggal kita ‘main’ vendor. Anggaran kasih makan kucing itu aja Rp20 juta sebulan, ya kan?” ujar suara diduga MH dalam rekaman tersebut.
MH juga menyebut bahwa dari total APBD Pemko Medan yang mencapai Rp2,1 triliun, ada dinas yang mengambil ‘jatah’ hingga 15 persen. Ia menyindir bahwa hanya “orang bodoh” yang mengambil 3 persen saja.
“Dari APBD 2,1 T itu… ada dinas yang ambil 15 persen. Yang ambil 3 persen itu bodoh.”
Soroti Lemahnya Kendali Wali Kota
MH dalam rekaman itu juga mempertanyakan siapa sosok yang sebenarnya mengendalikan Wali Kota Medan. Ia menyebut bahwa tidak ada figur kuat yang mampu mengarahkan seluruh organisasi perangkat daerah (OPD) di lingkungan Pemko Medan.
“Kita ini nggak ada yang kendalikan Pak Wali. Harus ada orang yang atur. Pasukan bebas pangsaan semua. Wali kerja sendiri, orang-orang nggak ada yang back-up,” kata dalam rekaman tersebut.
Lebih lanjut, MH menyebut nama Rico Waas sebagai figur yang bisa dijadikan “alat pengatur”, namun dengan catatan: Rico harus dikendalikan oleh pihak tertentu yang bisa memainkan seluruh jaringan anggaran.
“Rico itu harus bisa diarahkan. Harus ada orang yang atur dia, biar OPD bisa digerakkan semua. Sekarang nggak ada,” ujar suara dalam rekaman itu.
Diduga Seret Nama Kabag Umum Pemko Medan
Tak hanya itu, dalam percakapan tersebut, juga terdengar suara lain yang disebut mirip dengan pejabat aktif Pemko Medan diduga berinisial RRN, yang diketahui diduga sebagai Rasyid Ridho Nasution, menjabat Kepala Bagian Umum (Kabag Umum) Pemko Medan. RRN disebut-sebut sebagai “adik asuh” atau orang titipan dari MH.
Namun hingga Sabtu (2/8/2025), RN belum memberikan tanggapan atas dugaan keterlibatannya maupun keaslian suara dalam rekaman tersebut.
MH Akui dan Minta Maaf
Dikonfirmasi media, MH membenarkan bahwa suara dalam rekaman itu memang miliknya. Ia menyampaikan permohonan maaf dan menyebut percakapan tersebut dilakukan secara pribadi, tanpa sepengetahuannya direkam.
“Itu memang suara saya. Itu obrolan lama, informal, dan tidak ada maksud menyerang siapa pun. Saya tidak tahu kalau direkam. Saya mohon maaf jika percakapan saya dianggap menyinggung,” kata MH, Jumat (1/8/2025).
MH menambahkan bahwa pernyataannya dalam rekaman tersebut seharusnya tidak dikonsumsi publik, karena konteksnya adalah diskusi reflektif tentang tantangan birokrasi dan etika pengelolaan anggaran.
“Itu bentuk refleksi pribadi atas kondisi yang pernah saya alami. Tidak untuk disebar. Ini jadi pelajaran besar bagi saya,” tambahnya.
KPK Diminta Periksa MH dan RN
Menanggapi viralnya rekaman ini, sejumlah kalangan meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk segera menindaklanjuti dan melakukan pemeriksaan terhadap pihak-pihak yang disebut dalam rekaman, khususnya MH dan RN.
Permintaan ini muncul mengingat isi pembicaraan tersebut menyangkut dugaan serius soal pengaturan anggaran, praktik koruptif melalui e-katalog, serta “jatah” anggaran yang diduga dinikmati oleh beberapa dinas.
“Kalau benar ada dinas yang ambil 15 persen dari APBD, itu bukan sekadar pelanggaran etika, tapi bisa masuk ke ranah tindak pidana korupsi,” ujar seorang aktivis antikorupsi di Medan.
Sementara itu, hingga berita ini diturunkan, Wali Kota Medan belum memberikan tanggapan resmi terkait isi rekaman tersebut maupun pernyataan MH yang menyebut lemahnya kendali atas OPD.

