BONA. NEWS. Jakarta. – Indonesia semakin serius mematangkan persiapan menuju Konferensi Perubahan Iklim PBB ke-30 (COP30) di Belém, Brasil, pada November mendatang. Dalam sepekan terakhir, dua langkah penting diambil: rapat koordinasi bersama gubernur serta kick-off persiapan delegasi nasional.
Pada 25 Agustus 2025, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Hanif Faisol Nurofiq menyampaikan rencana untuk mengundang seluruh gubernur. Langkah ini bertujuan memperkuat posisi Indonesia dalam pasar karbon global, sekaligus memastikan potensi offset karbon dari daerah bisa dikonsolidasikan dan ditawarkan secara terintegrasi.
Dua hari berselang, 27 Agustus 2025, Wakil Menteri LH Diaz Hendropriyono memimpin rapat kick-off delegasi Indonesia untuk COP30. Dalam forum tersebut, ia menekankan bahwa pendanaan iklim masih menjadi isu krusial. Banyak janji negara maju dinilai belum terealisasi, sementara kebutuhan pembiayaan transisi hijau terus meningkat.
Paviliun Indonesia di COP30 diproyeksikan menjadi ruang utama diplomasi. Pemerintah menyiapkan konsep “seller meets buyers” untuk mempertemukan pengembang proyek karbon dengan investor internasional. Sejumlah negara telah menunjukkan ketertarikan, di antaranya Norwegia dengan minat membeli hingga 12 juta ton CO₂e, serta peluang kerja sama dengan Korea Selatan (melalui proyek limbah cair kelapa sawit/POME) dan Jepang (Renewable Energy Certificates).
“Kita harus hadir dengan strategi yang terukur. Pasar karbon harus memberi manfaat nyata, bukan hanya bagi negara, tapi juga bagi masyarakat dan daerah yang menjaga hutan serta sumber daya alam,” tegas Wamen Diaz dalam rapat persiapan, Rabu (27/8/2025).
Langkah koordinasi lintas pemerintah daerah dan kick-off delegasi nasional ini menegaskan keseriusan Indonesia. Dengan strategi terpadu, Indonesia ingin memastikan diri bukan hanya sebagai peserta, melainkan juga pemain kunci dalam diplomasi iklim global di COP30.
