BONA NEWS. Jakarta. – Pemerintah Indonesia tengah berpacu dengan waktu untuk menekan dampak kenaikan tarif ekspor yang akan diberlakukan Amerika Serikat mulai 1 Agustus 2025. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto memimpin langsung delegasi RI ke Washington, D.C. untuk membuka jalur negosiasi bilateral dengan pejabat tinggi AS.
Dalam pertemuan yang berlangsung pada Rabu (9/7/2025), Airlangga bertemu dengan sejumlah tokoh penting pemerintahan AS, di antaranya:
- Howard Lutnick (US Commerce Advisor),
- Scott Bessent (US Treasury Advisor),
- serta perwakilan dari US Trade Representative.
Pemerintah Indonesia menawarkan kesepakatan pembelian produk energi dan pertanian AS senilai US$34 miliar (sekitar Rp540 triliun) sebagai bagian dari upaya diplomasi dagang.
“Kami menyampaikan bahwa Indonesia tetap komitmen terhadap perdagangan terbuka dan saling menguntungkan, dengan menjamin pasar untuk beberapa komoditas ekspor strategis dari Amerika Serikat,” ujar Airlangga di sela pertemuan di Gedung Departemen Perdagangan AS, seperti dikutip dari Reuters.
Tarif Baru, Potensi Kerugian Besar
AS berencana menaikkan tarif bea masuk terhadap produk asal Indonesia, termasuk:
- Karet olahan
- Produk tekstil dan sepatu
- Komponen elektronik dan logam
- CPO dan turunannya (minyak sawit, biodiesel)
Kenaikan tarif berkisar 18% hingga 32%, tergantung sektor. Tanpa intervensi diplomatik, Indonesia diperkirakan akan kehilangan potensi ekspor hingga US$5 miliar per tahun ke pasar AS.
Tawaran Indonesia: Beli Komoditas, Dapat Relaksasi Tarif
Sebagai imbal balik, pemerintah Indonesia menyatakan kesediaan membeli beberapa produk AS yang selama ini impornya relatif rendah, di antaranya:
- Jagung pakan ternak
- Kapas industri tekstil
- Kedelai & gandum
- Gas cair (LNG) dan batu bara kokas
Total komitmen pembelian tersebut akan dilakukan secara bertahap hingga 2027 melalui skema BUMN dan mitra swasta strategis.
Langkah ini mencerminkan pendekatan serupa dengan strategi China saat menghadapi tekanan tarif di era pemerintahan Trump.
Respon Pasar & Pelaku Industri
Sejumlah asosiasi eksportir menyambut baik langkah negosiasi pemerintah, namun berharap ada transparansi dalam hasilnya.
Menurut Shinta Widjaja Kamdani, Wakil Ketua Umum KADIN Indonesia:
“Langkah Airlangga Hartarto sangat penting, namun realisasi di level teknis dan percepatan implementasi juga harus dikawal bersama.”
Sementara itu, nilai tukar rupiah cenderung stabil di angka Rp15.450 per dolar AS, meski sektor tekstil dan karet menunjukkan kekhawatiran terhadap penurunan pesanan ekspor sejak awal Juli.
Data Perdagangan RI–AS (2024)
| Komoditas | Ekspor ke AS | Persentase dari Total Ekspor |
|---|---|---|
| Karet & Olahan | US$1,8 miliar | 22% |
| Tekstil & Alas Kaki | US$2,1 miliar | 25% |
| Elektronik | US$1,2 miliar | 14% |
| Minyak Sawit | US$800 juta | 10% |
Sumber: BPS & Kementerian Perdagangan, 2024
Analisis: Mengapa Isu Ini Penting?
- AS adalah mitra dagang utama Indonesia, bersama Tiongkok dan Jepang.
- Kenaikan tarif akan menekan daya saing industri padat karya, berpotensi mengganggu serapan tenaga kerja domestik.
- Negosiasi ini akan menjadi tolok ukur hubungan dagang Indonesia–AS dalam 5 tahun ke depan.
Jika gagal, Indonesia bisa tergeser oleh Vietnam, Thailand, dan Filipina yang saat ini mendapat perlakuan tarif lebih rendah dari AS.
Negosiasi dagang dengan Amerika Serikat menjadi ujian diplomasi ekonomi Indonesia di era pemerintahan Prabowo-Gibran. Keberhasilan Airlangga Hartarto membawa pulang komitmen relaksasi tarif akan menjadi kunci kelangsungan ekspor strategis nasional. Bona News akan terus memantau perkembangan dari Washington dan dampaknya terhadap industri dalam negeri. (Red).

