BONA NEWS. WASINGTON,D.C. — Donald J. Trump, mantan Presiden Amerika Serikat yang kembali mencalonkan diri dalam pemilihan presiden 2024, mengumumkan langkah kontroversial dengan menetapkan tarif impor sebesar 50% terhadap seluruh produk asal Brasil. Kebijakan ini akan mulai berlaku pada 1 Agustus 2025 dan telah memicu respons keras dari berbagai pihak, baik di dalam negeri maupun internasional.

Trump menyatakan bahwa keputusan ini adalah respons atas proses hukum yang sedang dihadapi mantan Presiden Brasil, Jair Bolsonaro, yang menurutnya merupakan “pengadilan bermotif politik”. Dalam pernyataannya, Trump menyebut bahwa tindakan terhadap Bolsonaro adalah “aib bagi demokrasi” dan mencerminkan praktik otoriter yang tidak sejalan dengan nilai-nilai kebebasan.

“Amerika Serikat tidak akan tinggal diam ketika sekutu konservatif kami dijadikan sasaran penganiayaan politik,” ujar Trump dalam konferensi pers di New York. “Kita harus melindungi demokrasi sejati dan melawan sensor terhadap nilai-nilai Amerika.”

Dampak Ekonomi yang Meluas

Penerapan tarif 50% ini diperkirakan akan berdampak besar terhadap ekspor utama Brasil ke AS, yang mencakup:

  • Kopi dan kakao
  • Jus jeruk
  • Produk daging (sapi dan ayam)
  • Logam seperti tembaga dan bijih besi
  • Pesawat dan suku cadang (produk Embraer)

Analis dari Global Trade Institute memperkirakan bahwa kenaikan tarif ini akan menyebabkan kenaikan harga produk di pasar domestik AS, terutama di sektor makanan dan minuman. Industri restoran dan minuman kemungkinan akan menjadi salah satu sektor yang paling terdampak akibat melonjaknya biaya bahan baku impor.

Reaksi Pemerintah Brasil

Presiden Brasil, Luiz Inácio Lula da Silva, dalam pernyataan resmi mengecam langkah Trump sebagai “bentuk tekanan politik yang tidak dapat diterima”. Pemerintah Brasil menegaskan bahwa proses hukum terhadap Bolsonaro dilakukan sesuai dengan konstitusi dan prinsip negara hukum.

Lula juga mengindikasikan kemungkinan tindakan balasan terhadap AS melalui mekanisme perdagangan multilateral atau langkah tarif balik terhadap produk-produk Amerika seperti kedelai, mobil, dan teknologi komunikasi.

“Kami tidak akan tunduk pada tekanan asing, terutama ketika hukum kami ditegakkan sesuai prinsip keadilan dan kedaulatan nasional,” tegas Lula.

BRICS dan Ketegangan Geopolitik

Langkah Trump ini dipandang sebagai bagian dari strategi geopolitik yang lebih luas untuk menekan kelompok BRICS (Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan), yang kini semakin aktif dalam membangun sistem keuangan global alternatif dan mengurangi ketergantungan pada dolar AS.

Pakar hubungan internasional dari Georgetown University, Prof. Miguel Tavares, menyatakan bahwa tarif terhadap Brasil adalah sinyal keras kepada negara-negara BRICS bahwa Amerika tidak akan membiarkan dominasi ekonomi globalnya digantikan tanpa perlawanan.

“Ini bukan semata soal Bolsonaro, ini tentang bagaimana AS memposisikan dirinya terhadap sistem multipolar baru yang sedang berkembang,” jelas Tavares.

Potensi Dampak bagi Indonesia dan Negara Berkembang

Indonesia bersama dengan Vietnam, Malaysia, dan beberapa negara Asia Tenggara lainnya dilaporkan tengah dalam pengawasan kebijakan dagang baru Trump. Meski belum dikenakan tarif, beberapa produk unggulan seperti elektronik, tekstil, dan minyak sawit dikabarkan sedang dalam evaluasi untuk kebijakan serupa.

Kementerian Perdagangan RI menyatakan bahwa pihaknya sedang mengkaji langkah antisipatif dan akan memperkuat diplomasi dagang dengan semua kandidat presiden AS menjelang pemilu.

Pandangan dari Organisasi Perdagangan Dunia (WTO)

Sejumlah pengamat menilai bahwa tarif 50% yang dikenakan terhadap Brasil berpotensi melanggar prinsip dasar Organisasi Perdagangan Dunia (WTO), yang mengatur non-diskriminasi dan kesetaraan perlakuan dagang antarnegara anggota. Namun, langkah pengajuan gugatan ke WTO bisa memakan waktu bertahun-tahun, dan hasilnya tidak selalu mengikat secara langsung.

Brasil disebut sedang mempertimbangkan jalur diplomatik dan legal melalui WTO untuk menantang kebijakan tersebut secara formal.

Ketegangan antara AS dan Brasil yang dipicu oleh tarif 50% ini menunjukkan bahwa kebijakan perdagangan global semakin dipengaruhi oleh pertimbangan politik domestik. Sementara AS menegaskan posisinya terhadap apa yang dianggap sebagai pelanggaran terhadap nilai-nilai demokrasi, Brasil menolak intervensi asing terhadap urusan hukum dalam negerinya.

Perkembangan ini berpotensi mengubah lanskap perdagangan internasional, memicu respons serupa dari negara lain, dan mendorong akselerasi pergeseran ekonomi ke blok-blok baru seperti BRICS.

Apakah ini akan menjadi awal dari perang dagang skala penuh atau sekadar taktik kampanye, masih harus dilihat seiring waktu. (Red).