BONA NEWS. Jakarta. — Pemerintah Indonesia resmi mengumumkan pelonggaran impor untuk sepuluh komoditas strategis sejak akhir Juni 2025. Kebijakan ini diambil menjelang batas waktu evaluasi kebijakan tarif impor dari Amerika Serikat, yang dijadwalkan akan mulai diberlakukan pada awal Agustus 2025. Pelonggaran ini merupakan bagian dari upaya strategis pemerintah untuk menjaga kestabilan pasokan bahan baku, meningkatkan efisiensi industri dalam negeri, serta memperkuat posisi Indonesia dalam dinamika perdagangan global. Pemerintah menegaskan bahwa kebijakan ini bukan hanya respons terhadap dinamika eksternal, tetapi juga bagian dari reformasi struktural untuk memperkuat sektor manufaktur dan industri padat karya nasional.
Komoditas yang Terkena Pelonggaran
Berdasarkan data dari Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia dan laporan Reuters (14 Juli 2025), pelonggaran ini mencakup 10 kelompok barang strategis, antara lain:
- Produk kehutanan (441 kode HS)
- Bahan baku plastik dan kimia
- Pupuk
- Alas kaki (khusus sepatu olahraga)
- Sepeda roda dua dan tiga
- Pemanis seperti sakarina dan siklamat
- Food tray (terkait program makan bergizi gratis)
- Mesin dan komponen industri
- Barang logam non-besi
- Perhiasan sederhana (mutiara sintetis)
Langkah pelonggaran mencakup penghapusan izin teknis, penyederhanaan lisensi impor, hingga penghapusan sementara hambatan non-tarif. Beberapa komoditas kini hanya perlu sertifikasi dari surveyor atau pernyataan mandiri importir, tanpa harus melalui kementerian teknis.
Menurut Menko Perekonomian Airlangga Hartarto, keputusan ini merupakan arahan langsung dari Presiden Prabowo Subianto yang meminta adanya penyederhanaan birokrasi dalam proses impor bahan baku industri.
“Presiden menekankan agar hambatan impor yang mengganggu produktivitas segera diselesaikan. Ini bagian dari reformasi struktural untuk daya saing nasional,” kata Airlangga dalam konferensi pers, Senin (14/7/2025).
Hubungan dengan Tarif AS
Kebijakan ini juga terkait erat dengan tenggat evaluasi tarif yang diberlakukan oleh Pemerintah AS. Indonesia saat ini sedang dalam proses negosiasi perdagangan bilateral dengan AS, termasuk dalam sektor kendaraan listrik dan logam kritis seperti nikel dan tembaga. Pemerintah berharap dengan memberi sinyal pelonggaran impor dan kerja sama investasi, posisi Indonesia dalam negosiasi akan semakin kuat.
Amerika Serikat, melalui pernyataan dari kantor U.S. Trade Representative (USTR), menyoroti hambatan non-tarif Indonesia sebagai salah satu penghalang perdagangan bebas. Pemerintah Indonesia pun mulai melakukan deregulasi dan memberikan insentif kerja sama dagang sebagai langkah antisipasi.
Langkah ini juga disertai dengan komitmen Indonesia untuk pembelian sejumlah komoditas dari AS seperti pesawat Boeing, gandum, kapas, dan jagung. Total nilai potensi kerja sama yang diajukan dalam negosiasi disebut mencapai US$34 miliar.
Dampak Ekonomi yang Diharapkan
Pelonggaran impor ini memiliki potensi dampak ekonomi yang signifikan bagi industri, konsumen, dan pemerintah. Dari sisi industri, pelonggaran diharapkan akan mengurangi biaya logistik dan produksi, mempercepat proses pengadaan bahan baku, dan meningkatkan daya saing produk dalam negeri di pasar ekspor.
Bagi konsumen, kebijakan ini secara tidak langsung akan membantu menstabilkan harga barang jadi yang bergantung pada bahan baku impor. Pemerintah juga berharap langkah ini dapat memperkuat cadangan devisa melalui peningkatan produksi dan ekspor barang bernilai tambah.
Sementara itu, bagi investor, pelonggaran ini menjadi sinyal positif bahwa pemerintah Indonesia serius dalam menciptakan iklim usaha yang lebih terbuka dan efisien.
Ekonom dari Bank OCBC Indonesia menyatakan bahwa langkah ini menunjukkan arah kebijakan pemerintah yang pragmatis dan selaras dengan tujuan menjaga pertumbuhan ekonomi di atas 5% di tengah ketidakpastian global.
“Relaksasi ini penting agar industri tetap berjalan lancar, terutama yang menyerap banyak tenaga kerja seperti sepatu, tekstil, dan komponen otomotif,” kata analis OCBC yang dikutip oleh Reuters.
Evaluasi dan Tindak Lanjut
Pemerintah menyatakan bahwa pelonggaran ini bersifat terbatas dan terkontrol, serta akan dievaluasi secara berkala. Kementerian Perdagangan dan BPS akan memantau dampak pelonggaran terhadap arus impor dan harga barang di pasar domestik.
Selain itu, pemerintah akan melanjutkan negosiasi perdagangan dengan Amerika Serikat hingga akhir Juli 2025. Hasil negosiasi ini akan menentukan apakah kebijakan tarif tambahan dari AS terhadap produk Indonesia dapat ditunda, dikurangi, atau dibatalkan.
Kebijakan pelonggaran impor terhadap 10 kelompok komoditas strategis merupakan langkah konkret dan strategis pemerintah Indonesia untuk menjaga keberlanjutan industri nasional, memperkuat posisi dalam negosiasi dagang, serta menghadapi potensi tekanan global yang meningkat. Kebijakan ini menjadi pondasi penting dalam strategi ekonomi jangka menengah Indonesia di era pasca-pandemi dan menghadapi dinamika geopolitik global yang cepat berubah. (Red).
