BONA NEWS. Jakarta.  – Kesadaran masyarakat Indonesia terhadap isu lingkungan kian meningkat. Tahun 2025 mencatat pergeseran signifikan dalam pola konsumsi masyarakat urban menuju gaya hidup berkelanjutan dan konsep zero waste, menurut laporan-laporan independen yang dirilis awal tahun ini.

Konsep konsumsi berkelanjutan—yakni pola hidup yang memperhitungkan dampak sosial, ekonomi, dan lingkungan dari produk yang dikonsumsi—semakin populer di kalangan muda dan profesional urban. Masyarakat kini lebih memilih produk lokal, ramah lingkungan, dan tahan lama, ketimbang produk massal yang berisiko menambah limbah.

Angka yang Menunjukkan Perubahan

Hasil survei dari Medical Wellness Indonesia menyebutkan bahwa:

  • 52 persen masyarakat perkotaan aktif memilah sampah rumah tangga mereka,
  • 38 persen mulai beralih ke produk dengan kemasan ramah lingkungan,
  • 29 persen menerapkan prinsip “buy less, choose well” saat berbelanja, terutama untuk pakaian dan barang elektronik.

Tren ini menunjukkan bahwa kesadaran ekologis bukan lagi wacana elit, tapi telah menjadi bagian dari gaya hidup urban. Masyarakat mulai memahami bahwa apa yang mereka beli memiliki konsekuensi jangka panjang bagi lingkungan.

Praktik Nyata dalam Kehidupan Sehari-hari

Fenomena zero waste juga makin terasa dalam kebiasaan sehari-hari. Warga menggunakan tas belanja kain, botol minum stainless, pembalut kain, hingga produk rumah tangga berbasis DIY (Do-It-Yourself) dari bahan alami.

Sementara itu, sektor ritel mulai menyesuaikan diri. Beberapa supermarket dan toko swalayan menyediakan rak “tanpa kemasan” atau sistem isi ulang (refill). Restoran dan kedai kopi memberikan potongan harga bagi pelanggan yang membawa wadah sendiri.

UMKM (Usaha Mikro Kecil dan Menengah) juga tidak ketinggalan: mereka menggunakan kemasan dari daun pisang, singkong, hingga kertas daur ulang sebagai alternatif plastik.

Di dunia mode, gerakan slow fashion menentang budaya beli-buang (fast fashion). Brand seperti Sejauh Mata Memandang dan SukkhaCitta, misalnya, kini digandrungi karena komitmennya terhadap prinsip etis dan keberlanjutan.

Tantangan yang Masih Dihadapi

Meski arah perubahan jelas, tantangan tetap ada. Fasilitas daur ulang masih terbatas di banyak daerah. Selain itu, produk ramah lingkungan umumnya masih berharga lebih tinggi, yang menyulitkan adopsi di kalangan ekonomi menengah ke bawah.

Literasi lingkungan belum merata dan masih perlu edukasi menyeluruh dari sekolah, media, hingga tempat ibadah. Tanggung jawab sosial dan warisan ekologis, konsumsi bijak adalah bentuk solidaritas terhadap bumi dan generasi mendatang.

Dukungan Pemerintah dan Komunitas

Pemerintah turut mendorong tren ini melalui program nasional pengelolaan sampah dan insentif bagi industri ramah lingkungan. Beberapa daerah seperti Jakarta, Surabaya, dan Denpasar juga mulai mewajibkan pemilahan sampah rumah tangga serta menekan penggunaan plastik sekali pakai.

Selain itu, komunitas lokal turut berperan aktif melalui kampanye edukatif, workshop daur ulang, dan kegiatan tukar barang seperti bursa preloved dan pasar limbah kreatif.

Gaya hidup berkelanjutan dan zero waste bukan lagi sekadar tren, tetapi bagian dari pergeseran paradigma konsumsi masyarakat Indonesia. Meningkatnya kesadaran ini menjadi sinyal positif menuju masa depan yang lebih hijau, adil, dan bertanggung jawab. (Red).