BONA NEWS. Jakarta Raya. – Penetapan Hari Kebudayaan Nasional oleh Menteri Kebudayaan Fadli Zon menuai kritik dan sorotan tajam dari berbagai pihak, terutama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Tanggal yang dipilih, yakni 17 Oktober, menjadi polemik karena bertepatan dengan hari ulang tahun Presiden Prabowo Subianto.
Fadli Zon mengesahkan Hari Kebudayaan Nasional melalui Surat Keputusan Menteri Kebudayaan No. 162/M/2025 pada 7 Juli 2025. Menurutnya, tanggal tersebut dipilih karena bertepatan dengan ditetapkannya Lambang Negara Garuda Pancasila dan semboyan Bhinneka Tunggal Ika pada 17 Oktober 1951, sebagaimana tertuang dalam Peraturan Pemerintah No. 66 Tahun 1951.
Namun, alasan tersebut belum mampu meredam kritik. Banyak pihak menilai penetapan ini terburu-buru, tidak transparan, dan berpotensi sarat kepentingan politis.
Komisi X DPR RI, yang membidangi urusan kebudayaan, menyatakan tidak pernah diajak berdiskusi dalam proses penetapan hari nasional tersebut.
“Belum, belum ada diskusi dengan Komisi X,” ujar anggota Komisi X Maria Yohana Esti Wijayati dikutip dari Bloomberg Technoz (17/7/2025).
Ketua DPR Puan Maharani turut bersuara. Ia mengkritik keputusan Menteri Fadli Zon yang dinilai tidak melibatkan DPR maupun masyarakat budaya secara lebih luas.
“Kebudayaan adalah milik rakyat. Jangan sampai penetapan Hari Kebudayaan ini jadi keputusan eksklusif tanpa akuntabilitas publik,” tegas Puan seperti dikutip dari Liputan6.
Puan menyatakan bahwa Komisi X DPR akan memanggil Fadli Zon untuk meminta penjelasan resmi terkait dasar pemilihan tanggal dan proses penetapannya.
Tanggal yang Mengundang Tanda Tanya
Meski Fadli Zon menyatakan bahwa penetapan Hari Kebudayaan pada 17 Oktober semata karena alasan historis, banyak pihak mengaitkannya dengan ulang tahun Presiden Prabowo yang jatuh di tanggal yang sama.
Tagar #HariKebudayaan17Oktober sempat menjadi trending topic di media sosial, dengan berbagai komentar publik yang mempertanyakan apakah pemilihan tanggal tersebut murni berdasarkan sejarah atau ada agenda politik di baliknya.
Berbagai budayawan dan akademisi menyarankan agar pemerintah membuka dokumen naskah akademik dan kajian sejarah yang menjadi dasar pemilihan tanggal tersebut. Mereka juga mendorong agar proses penetapan hari nasional melibatkan publik dan tidak didominasi oleh keputusan elite politik.
Sementara itu, sebagian lainnya mendukung adanya Hari Kebudayaan Nasional namun menyayangkan metode penetapannya yang dianggap tidak partisipatif.
Penetapan Hari Kebudayaan Nasional oleh Fadli Zon pada 17 Oktober 2025 saat ini masih menimbulkan perdebatan, baik dari sisi substansi maupun prosedur. DPR melalui Komisi X akan segera menjadwalkan rapat dengar pendapat dengan Menteri Kebudayaan untuk mengklarifikasi sejumlah hal:
- Alasan pemilihan tanggal yang bertepatan dengan ulang tahun Presiden;
- Prosedur konsultasi publik dan koordinasi dengan DPR;
- Dokumen kajian sejarah yang digunakan sebagai dasar hukum.
DPR mengingatkan bahwa kebudayaan adalah urusan seluruh bangsa, dan setiap keputusan terkait simbol kebudayaan nasional harus diambil secara terbuka, demokratis, dan bebas dari kepentingan sesaat. (Red).
