BONA NEWS. Medan, Sumatrra Utara. — Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang digadang-gadang pemerintah sebagai solusi gizi pelajar justru memunculkan polemik besar. Sejak pertengahan September 2025, kasus dugaan keracunan massal akibat konsumsi menu MBG mencuat di berbagai daerah, mulai dari Jakarta, Bandung Barat, Kalimantan, hingga Sumatera Utara. Ribuan siswa dilaporkan mengalami gejala mual, muntah, pusing, bahkan ada yang harus dirawat intensif di rumah sakit.

Fenomena ini mengundang pertanyaan publik: apakah program MBG benar-benar aman, atau ada persoalan serius di balik distribusi dan standar makanan yang disajikan

Gelombang Kasus Keracunan MBG di Berbagai Daerah

1. Jakarta Utara: 7 Siswa SMA Sunter Keracunan (22 September 2025)

Di Jakarta Utara, Senin, 22 September 2025, 7 siswa SMA di kawasan Sunter mengalami gejala keracunan setelah menyantap menu MBG berupa mi ayam dan buah semangka.
Mereka mengeluhkan mual, sakit perut, dan pusing. Pihak sekolah segera membawa siswa ke fasilitas kesehatan terdekat. Sampel makanan kemudian dikumpulkan untuk diuji laboratorium.

2. Jakarta Timur: Belasan Siswa SDN 07 Pulogebang Muntah-Muntah (23 September 2025)

Kasus lain muncul di SDN 07 Pulogebang, Jakarta Timur, pada Selasa, 23 September 2025. Belasan siswa dilaporkan muntah-muntah setelah menyantap menu MBG.
Namun, Pemkot Jakarta Timur menegaskan bukan keracunan massal, melainkan reaksi terhadap aroma kol rebus yang disimpan lama. Meski demikian, kasus ini tetap menimbulkan keresahan orang tua murid.

3. Bandung Barat: Hampir 1.000 Pelajar Keracunan Massal (22–24 September 2025)

Kasus terbesar terjadi di Cipongkor, Kabupaten Bandung Barat (KBB). Korban pertama dilaporkan jatuh sakit sejak Senin, 22 September 2025. Hingga Rabu, 24 September 2025, jumlah korban terus meningkat hingga nyaris 1.000 siswa.
Gejalanya seragam: mual, muntah, pusing, dan sakit perut. Pemerintah setempat menetapkan status Kejadian Luar Biasa (KLB) karena skala kasus yang sangat besar.

4. Ketapang, Kalimantan Barat: 25 Korban Diduga Keracunan Ikan Hiu (23 September 2025)

Di Ketapang, Kalimantan Barat, Selasa, 23 September 2025, 25 orang terdiri dari 24 siswa dan 1 guru mengalami keracunan setelah menyantap menu MBG.
Dugaan awal, penyebabnya adalah ikan hiu goreng yang mungkin mengandung merkuri. Dari jumlah tersebut, 22 korban membaik dan dipulangkan, sementara 3 orang masih dirawat intensif di rumah sakit.

5. Sumatera Utara: 25 Siswa SMAN 2 Kisaran Diduga Keracunan (akhir September 2025)

Di Kabupaten Asahan, Sumatera Utara, sekitar 25 siswa SMAN 2 Kisaran mengalami gejala keracunan setelah makan MBG pada pekan keempat September 2025.
Mereka mengeluhkan pusing, mual, muntah, dan sakit perut. Namun kasus ini masih berstatus dugaan, karena belum ada hasil laboratorium yang memastikan penyebabnya.

Ribuan Korban, Pemerintah Diminta Evaluasi Total

Sejumlah pihak mendesak agar pemerintah pusat melakukan evaluasi menyeluruh terhadap program MBG.

  • Muhaimin Iskandar (Cak Imin), Menko PM, meminta Badan Gizi Nasional (BGN) untuk menuntaskan masalah dan memperketat standar keamanan pangan.
  • Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, berjanji akan memanggil vendor penyedia makanan MBG (SPPG) untuk evaluasi besar-besaran.
  • Wakil Ketua MPR, Hidayat Nur Wahid, mendukung evaluasi agar anak-anak Indonesia terlindungi dari bahaya keracunan massal.
  • DPR RI menyatakan akan mengkaji ulang regulasi dan mekanisme pengawasan distribusi MBG.

Dari investigasi media, ditemukan fakta bahwa sebagian dapur MBG belum memiliki sertifikasi higienis dan SOP keamanan pangan. Padahal, MBG dijalankan secara nasional dan melibatkan jutaan siswa setiap hari.
BPOM juga menemukan bahwa distribusi makanan MBG sering tidak sesuai standar: penyimpanan lama, bahan makanan tidak segar, hingga kemungkinan kontaminasi silang.

Berdasarkan data terakhir:

  • Cipongkor, Bandung Barat (22–24 Sept 2025): hampir 1.000 siswa
  • Ketapang, Kalbar (23 Sept 2025): 25 orang
  • Jakarta Utara (22 Sept 2025): 7 siswa
  • Jakarta Timur (23 Sept 2025): belasan siswa
  • Asahan, Sumut (akhir Sept 2025): 25 siswa (dugaan)

Jika ditotal secara nasional, lebih dari 5.000 siswa dilaporkan mengalami keracunan terkait MBG di berbagai daerah.

Insiden berulang membuat orang tua khawatir. Beberapa sekolah dilaporkan menolak menerima distribusi MBG sampai ada kepastian keamanan pangan. Guru pun merasa dilematis: di satu sisi program MBG membantu siswa mendapatkan gizi, namun di sisi lain risiko kesehatan sangat tinggi.

Apa Solusi ke Depan?

Para ahli gizi dan pakar kesehatan masyarakat memberi rekomendasi:

  1. Standarisasi dapur MBG: Semua vendor harus bersertifikat higienis.
  2. Pengawasan ketat oleh BPOM: Setiap menu wajib diuji secara acak sebelum didistribusikan.
  3. Transparansi vendor: Nama penyedia makanan harus diumumkan publik agar akuntabel.
  4. Pendidikan keamanan pangan: Penjamah makanan (koki, pekerja dapur) harus mengikuti pelatihan.
  5. Evaluasi menyeluruh: Jika tidak ada perbaikan signifikan, sebagian pihak mendesak program MBG dihentikan sementara.

Program Makan Bergizi Gratis (MBG) seharusnya menjadi kebijakan unggulan dalam meningkatkan kualitas gizi anak bangsa. Namun, berulangnya kasus keracunan massal menunjukkan ada kelemahan serius dalam pelaksanaan.
Dengan korban mencapai ribuan siswa di berbagai daerah, publik menuntut evaluasi total, pengawasan ketat, dan transparansi penuh agar MBG tidak berubah menjadi ancaman kesehatan.