BONA NEWS. Medan, Sumatera Utara.  — Badan Pusat Statistik (BPS) merilis data inflasi untuk September 2025 yang mengejutkan: Provinsi Sumatera Utara menjadi provinsi dengan inflasi tertinggi di Indonesia, dan Kabupaten Deli Serdang mencatat inflasi paling tinggi di tingkat kabupaten/kota nasional. Fenomena ini menandai tekanan harga yang berat bagi warga Sumut di penghujung kuartal III 2025.

Menurut rilis BPS Pusat (1 Oktober 2025), inflasi nasional year-on-year (y-o-y) pada September 2025 sebesar 2,65 persen. Dalam rilis tersebut, BPS juga mencatat bahwa inflasi tertinggi provinsi y-o-y terjadi di Sumatera Utara—menjadi ujung tombak lonjakan harga di antara seluruh provinsi di Indonesia. (Sumber: BPS Pusat)

Secara rinci, BPS menyebut bahwa inflasi provinsi y-o-y tertinggi Sumatera Utara tercatat 5,32 persen, dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) sebesar 111,11. Di sisi lain, inflasi terendah provinsi berada di Papua, yakni 0,99 %. (Sumber: BPS Pusat)

BPS juga menyorot bahwa inflasi kabupaten/kota tertinggi nasional terjadi di Kabupaten Deli Serdang, yakni 6,81 persen, dengan IHK 111,99. Sedangkan inflasi kabupaten/kota terendah nasional berada di Kota Ternate, 0,06 persen. (Sumber: BPS Pusat)

Lonjakan inflasi di Sumut, dan khususnya di Deli Serdang, bukan tanpa alasan. Berdasarkan data BPS dan laporan media lokal, sejumlah faktor utama ikut mendorong tekanan harga:

  1. Komoditas pangan pokok
    Kelompok makanan, minuman, dan tembakau memiliki andil besar dalam mendorong inflasi y-o-y di Sumut beberapa bulan terakhir. Fluktuasi harga bawang merah, cabai, dan sayuran menjadi sorotan media dalam laporan Agustus 2025. (Media: Mistar, Warta Ekonomi)
  2. Distribusi dan logistik
    Sumut sebagai provinsi besar dengan areal luas dan infrastruktur yang belum merata, menghadapi tantangan distribusi barang dari pusat produksi ke daerah-daerah terpencil. Biaya transportasi yang tinggi ikut mempercepat kenaikan harga akhir ke konsumen.
  3. Permintaan lokal meningkat / tekanan konsumsi
    Menjelang akhir kuartal, konsumsi masyarakat meningkat, terutama menjelang musim-musim tertentu (perayaan, musim tanam panen, dll). Permintaan yang kuat mendorong harga naik lebih cepat.
  4. Efek dasar (base effect)
    Jika tahun sebelumnya harga relatif stabil atau rendah, maka persentase kenaikan tahun ini bisa terlihat sangat besar dibanding basis rendah tersebut.

Fokus Deli Serdang: Kabupaten Inflasi Tertinggi

Kabupaten Deli Serdang menjadi sorotan nasional setelah mencetak inflasi y-o-y tertinggi 6,81 persen pada September 2025, sebagaimana dirilis oleh BPS Pusat.

Menurut data arsip BPS Kabupaten Deli Serdang:

  • Pada Maret 2025, inflasi y-o-y tercatat 1,24 persen (rilis 8 April 2025).
  • Pada April 2025, inflasi y-o-y tercatat 2,87 persen, dengan inflasi m-to-m (bulanan) sebesar 1,46 persen (rilis 2 Mei 2025).
  • Pada Mei 2025, inflasi y-o-y Kabupaten Deli Serdang sebesar 1,87 persen (rilis 2 Juni 2025).

Data historis ini menunjukkan bahwa inflasi Deli Serdang bergerak naik secara tajam menjelang akhir tahun (menjadi 6,81 persen pada September). Kenaikan ini termasuk sangat agresif dibanding sebelumnya.

Harga Naik, Dompet Makin Menipis

Dengan inflasi yang melesat, beban masyarakat Sumut—khususnya warga Deli Serdang—semakin berat:

  • Biaya hidup harian meningkat: Harga bahan pokok seperti beras, bawang merah, cabai, daging ayam, dan minyak goreng menjadi lebih mahal.
  • Dayasaing daya beli: Upah nominal yang tidak disesuaikan dengan inflasi riil membuat daya beli menurun. Pekerja yang bergantung pada upah harian sangat terdampak.
  • Tekanan sosial: Komoditas pangan subisidi atau bantuan sosial (sembako) semakin dibutuhkan, mendorong pemerintah daerah dan pusat memperluas jaring pengaman sosial.
  • Risiko inflasi tertanam: Jika inflasi terus melaju tanpa kontrol, masyarakat mulai mengenali bahwa kenaikan harga menjadi kebiasaan — ekspektasi inflasi dapat terbentuk, memperkuat siklus harga naik terus-menerus.

Untuk menghadapi situasi ini, beberapa langkah harus diperkuat:

  1. Peningkatan pengawasan harga lokal
    Pemerintah kabupaten/kota harus aktif memonitor pasar lokal — memfokuskan operasi pasar murah, stabilisasi harga, dan operasi pasar khusus.
  2. Intervensi distribusi & logistik
    Memperbaiki jaringan distribusi, subsidi transportasi, dan efisiensi rantai pasokan agar biaya logistik tidak mendorong harga terlalu tinggi.
  3. Koordinasi antar daerah & pusat
    Karena tekanan harga tak hanya lokal tapi lintas kabupaten/provinsi, dibutuhkan sinergi antar instansi (Perdagangan, Pertanian, Bulog, BPS) untuk respons bersama.
  4. Perlindungan bagi kelompok rentan
    Memperluas cakupan program bantuan sosial (sembako, komoditas subsidi) bagi masyarakat berpenghasilan rendah agar tidak jatuh ke jurang kemiskinan baru.
  5. Komunikasi publik & ekspektasi inflasi
    Pemerintah perlu transparan dalam menjelaskan kenaikan harga agar masyarakat tidak membentuk ekspektasi inflasi yang “wajar” dan terus mendorong kenaikan harga di masa depan.

Inflasi di Sumatera Utara pada September 2025 memang bukan sekadar angka—itu adalah refleksi tekanan biaya hidup yang dirasakan langsung masyarakat. Data resmi dari BPS menunjukkan:

  • Sumatera Utara sebagai provinsi tertinggi inflasinya di Indonesia, dengan 5,32 persen (y-o-y)
  • Kabupaten Deli Serdang sebagai kabupaten dengan inflasi tertinggi di seluruh Indonesia, 6,81 persen

“Harga makin naik, dompet makin menipis” bukan hiperbola — melainkan gambaran nyata kondisi di tengah lonjakan harga. Ke depan, tantangan terbesar bagi pemerintah daerah dan pusat adalah meredam tekanan inflasi sehingga beban rakyat tidak semakin berat.