BONA NEWS. Batam, Kepulauan Riau. — Rabu, 15 Oktober 2025, pukul 04.00 WIB, galangan kapal PT ASL Shipyard Indonesia di Batu Aji, Batam, diguncang ledakan dahsyat yang berasal dari kapal tanker MT Federal II. Kapal tersebut sedang menjalani perbaikan rutin ketika ledakan terjadi, menewaskan 10 pekerja dan melukai 21 lainnya. Insiden ini tidak hanya menimbulkan trauma mendalam bagi keluarga korban dan pekerja galangan kapal, tetapi juga menimbulkan pertanyaan serius terkait standar keselamatan industri perkapalan di Indonesia.
Ledakan ini menjadi salah satu insiden kebakaran kapal tanker paling tragis dalam beberapa tahun terakhir di wilayah Kepulauan Riau, menambah catatan panjang kejadian serupa di perairan Indonesia, termasuk Batam dan Dumai.
Berdasarkan keterangan saksi dan pihak berwenang, ledakan terjadi di ruang bawah dek kapal MT Federal II, tepatnya di area yang tengah diperbaiki. Gas berbahaya yang menumpuk akibat kegagalan sistem ventilasi (blower) diyakini menjadi pemicu utama.
Menurut salah satu pekerja yang enggan disebutkan namanya, “Kami mendengar bunyi mendesis sebelum ledakan besar. Api langsung menyambar ke seluruh bagian bawah kapal. Kami berlari menyelamatkan diri, tapi beberapa teman kami tidak sempat keluar.”
Api yang cepat menyebar membuat proses evakuasi menjadi sulit. Petugas pemadam kebakaran dan tim SAR dikerahkan segera setelah ledakan. Tim menggunakan alat pemadam api berbasis foam untuk menahan kobaran api yang disebabkan oleh minyak sisa di tangki kapal.
Proses pemadaman memakan waktu lebih dari enam jam, dengan bantuan tim tambahan dari dinas pemadam kebakaran Batam dan kapal pemadam dari pelabuhan terdekat.
Profil Kapal MT Federal II
MT Federal II merupakan kapal tanker berbobot sekitar 15.000 ton yang digunakan untuk pengangkutan minyak dan bahan bakar di wilayah Asia Tenggara. Kapal ini telah menjalani beberapa kali perbaikan di PT ASL Shipyard dan dikenal sebagai kapal yang relatif tua, dengan usia operasional lebih dari 20 tahun.
Sejak awal Oktober 2025, kapal ini menjalani perawatan rutin, termasuk pengecekan tangki bahan bakar, pipa distribusi minyak, dan sistem ventilasi. Namun, menurut beberapa sumber internal, prosedur keselamatan tidak selalu diterapkan secara konsisten, terutama terkait pemantauan gas berbahaya di ruang tertutup.
Total korban mencapai 31 orang. 10 pekerja tewas akibat luka bakar dan trauma akibat ledakan, sedangkan 21 lainnya menderita luka serius dan dirawat di beberapa rumah sakit di Batam, termasuk RS Mutiara Aini dan RS Elizabeth.
Pihak kepolisian Batam segera melakukan olah tempat kejadian perkara (TKP) untuk menentukan penyebab pasti ledakan. Tim investigasi juga memeriksa dokumen perawatan kapal, prosedur keselamatan kerja, dan riwayat inspeksi galangan kapal.
Pemerintah daerah, melalui Dinas Ketenagakerjaan Kepulauan Riau, menyatakan akan meninjau kembali semua galangan kapal di Batam dan memastikan standar keselamatan dan K3 diterapkan secara ketat.
Insiden ini mengguncang komunitas pekerja galangan kapal. Keluarga korban mengalami trauma mendalam, kehilangan anggota keluarga, dan menghadapi tekanan ekonomi akibat hilangnya sumber penghasilan utama.
“Ini sangat berat bagi kami. Ayah saya bekerja di galangan selama lebih dari 15 tahun. Sekarang ia tidak kembali pulang,” ujar salah satu keluarga korban, menahan air mata.
Di sisi lain, rekan kerja korban mengalami stres pasca-trauma, beberapa di antaranya harus menjalani konseling untuk mengatasi efek psikologis akibat ledakan dan kebakaran yang mereka saksikan.
PT ASL Shipyard, sebagai galangan kapal yang menangani kapal tanker MT Federal II, diperkirakan akan menghadapi kerugian besar. Selain biaya kompensasi korban, kerusakan fasilitas dan keterlambatan proyek perbaikan kapal lainnya diprediksi akan menimbulkan kerugian miliaran rupiah.
Kapal tanker MT Federal II sendiri diperkirakan mengalami kerusakan berat, sehingga proses perbaikan ulang akan memakan waktu berbulan-bulan. Hal ini berdampak pada jadwal distribusi minyak di wilayah Asia Tenggara.
Latar Belakang Industri Galangan Kapal di Indonesia
Indonesia memiliki lebih dari 200 galangan kapal yang tersebar di berbagai provinsi, termasuk Batam, Dumai, Surabaya, dan Makassar. Batam menjadi salah satu pusat galangan kapal utama, khususnya untuk perbaikan kapal tanker dan kapal niaga internasional.
Industri ini memiliki risiko tinggi, terutama terkait ledakan dan kebakaran akibat tumpukan gas mudah terbakar, bahan bakar, dan penggunaan peralatan las di ruang tertutup. Sejarah mencatat beberapa insiden serupa:
- Kapal Dumai Line 5 terbakar di Batam pada Juni 2022, menewaskan satu penumpang dan satu ABK hilang.
- Kilang minyak Pertamina Dumai terbakar pada Oktober 2025, meskipun tidak menimbulkan korban jiwa, menunjukkan risiko tinggi di sektor energi dan transportasi minyak.
Kejadian-kejadian ini menekankan perlunya penerapan standar keselamatan internasional dan pengawasan ketat oleh pihak berwenang.
Standar keselamatan kerja (K3) di galangan kapal di Indonesia diatur oleh Kementerian Ketenagakerjaan dan Kementerian Perhubungan. Beberapa aturan penting meliputi:
- Pengukuran gas berbahaya secara rutin di ruang tertutup.
- Penggunaan alat pelindung diri (APD) bagi seluruh pekerja.
- Pelatihan evakuasi dan tanggap darurat sebelum melakukan pekerjaan las atau perbaikan di tangki.
- Pengawasan ketat dari inspektur keselamatan untuk memastikan prosedur K3 dijalankan.
Namun, kasus MT Federal II menunjukkan bahwa kepatuhan terhadap aturan ini belum merata. Beberapa pekerja menyebutkan bahwa alat pengukur gas kadang tidak berfungsi atau diabaikan karena tekanan target pekerjaan.
Pemerintah daerah dan pusat langsung merespons insiden ini. Menteri Ketenagakerjaan memerintahkan audit keselamatan darurat di seluruh galangan kapal di Batam. Menteri Perhubungan juga menekankan pentingnya peninjauan sertifikasi kapal tanker yang beroperasi di perairan Indonesia.
Selain itu, pihak kepolisian membentuk tim khusus untuk menyelidiki apakah ada kelalaian dari pihak galangan kapal yang menjadi penyebab ledakan. Kompensasi untuk keluarga korban juga dijanjikan oleh PT ASL Shipyard, meskipun jumlahnya masih belum diumumkan.
Kebakaran MT Federal II menjadi peringatan serius bahwa keselamatan pekerja harus menjadi prioritas utama. Jika pengawasan dan standar keselamatan tidak diperketat, risiko insiden serupa akan tetap tinggi.
Secara ekonomi, industri galangan kapal di Batam kemungkinan akan menghadapi pengawasan lebih ketat, yang dapat mempengaruhi waktu dan biaya perbaikan kapal di masa depan. Investor asing yang bekerja sama dengan galangan kapal di Indonesia juga akan memperhatikan aspek K3 sebelum menandatangani kontrak baru.
Tragedi kapal tanker MT Federal II menegaskan bahwa industri galangan kapal di Indonesia menghadapi risiko tinggi, baik bagi pekerja maupun ekonomi. Penerapan standar keselamatan yang konsisten, audit reguler, dan pendidikan keselamatan yang lebih baik menjadi kebutuhan mendesak.
Pihak berwenang, perusahaan, dan masyarakat harus bekerja sama untuk memastikan insiden serupa tidak terulang. Keselamatan pekerja bukan hanya kewajiban hukum, tetapi juga tanggung jawab moral bagi setiap pelaku industri.
Insiden ini juga menjadi pengingat bahwa sektor energi dan transportasi minyak di Indonesia, termasuk Batam dan Dumai, memerlukan pengawasan yang lebih ketat untuk mencegah tragedi yang menelan nyawa manusia.
