BONA NEWS. Medan, Sumatera Utara. — Pemerintah Provinsi Sumatera Utara (Pemprov Sumut) melangkah lebih jauh dalam upaya membangun tata kelola pemerintahan yang bersih dan berintegritas. Melalui Program Desa Antikorupsi, Pemprov Sumut menegaskan komitmennya untuk menanamkan nilai-nilai kejujuran, transparansi, dan akuntabilitas hingga ke tingkat paling bawah, yaitu desa.

Setelah sebelumnya hanya memiliki satu desa percontohan, kini Pemprov Sumut secara resmi memperluas program ini dengan menetapkan empat desa baru sebagai Desa Antikorupsi pada tahun 2025. Langkah ini sekaligus menandai babak baru bagi upaya pencegahan korupsi berbasis masyarakat di tingkat akar rumput.

Empat Desa Baru Antikorupsi: Dari Batu Bara ke Seluruh Penjuru Sumut

Empat desa yang baru saja ditetapkan sebagai bagian dari program Desa Antikorupsi adalah:

  1. Desa Sennah, Kecamatan Pangkatan, Kabupaten Labuhanbatu
  2. Desa Jatirejo, Kecamatan Pagar Merbau, Kabupaten Deli Serdang
  3. Desa Hutaraja, Kecamatan Tano Tombangan Angkola, Kabupaten Tapanuli Selatan
  4. Desa Meranti Omas, Kecamatan Na IX-X, Kabupaten Labuhanbatu Utara

Sebelumnya, Desa Pulau Sejuk di Kabupaten Batu Bara telah menjadi pelopor sekaligus model pertama Desa Antikorupsi di Sumatera Utara. Desa ini menjadi inspirasi bagaimana tata kelola pemerintahan desa bisa dikelola dengan prinsip transparansi dan partisipasi masyarakat.

Dengan bertambahnya empat desa baru, total ada lima desa di Sumut yang kini terlibat aktif dalam program ini. Menurut Pemerintah Provinsi, langkah ini diharapkan dapat menjadi contoh bagi ratusan desa lainnya di 33 kabupaten/kota di seluruh Sumatera Utara.

“Desa adalah ujung tombak pelayanan publik. Jika tata kelolanya bersih dan transparan, maka kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah akan meningkat,”
— ujar Parlindungan Pane, SH, M.Si, Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa, Kependudukan dan Catatan Sipil Provinsi Sumut.

Misi Utama: Membangun Kepercayaan Publik dari Level Desa

Dalam keterangan resminya, Parlindungan Pane menjelaskan bahwa program ini tidak hanya bertujuan mencegah tindak pidana korupsi di desa, tetapi juga untuk menumbuhkan budaya antikorupsi di masyarakat.

Melalui pembinaan, pelatihan, dan sistem tata kelola berbasis keterbukaan informasi, pemerintah desa didorong untuk menjalankan pengelolaan keuangan desa secara jujur dan efisien.

“Program Desa Antikorupsi merupakan wujud nyata kolaborasi antara Pemprov Sumut, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), serta pemerintah kabupaten dan desa. Ini bagian dari misi Sumut Berkah yang diusung Gubernur Bobby Nasution — mewujudkan daerah yang bersih, berdaya saing, dan berintegritas,”
— tutur Parlindungan Pane dalam temu Pers, Kamis (23/10/2025).

Ia menegaskan bahwa pembangunan fisik di desa tidak akan berarti apa-apa bila tidak disertai dengan pembangunan moral dan integritas aparat pemerintahan. Desa Antikorupsi, katanya, adalah wujud konkret dari pembangunan yang berkarakter.

Program Desa Antikorupsi pertama kali diperkenalkan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada 2021. Sumatera Utara kemudian menjadi salah satu provinsi yang mengadopsi program tersebut, dengan Desa Pulau Sejuk di Kabupaten Batu Bara sebagai desa percontohan.

Keberhasilan Desa Pulau Sejuk — yang berhasil mengelola anggaran desa secara terbuka, menampilkan laporan realisasi dana publik di papan informasi, serta melibatkan masyarakat dalam pengawasan — menjadi alasan utama perluasan program ini.

“Dari satu menjadi empat desa, ini adalah bukti nyata bahwa Sumatera Utara serius dalam memperluas gerakan antikorupsi. Target jangka menengahnya, setiap kabupaten dan kota memiliki minimal satu desa berstatus antikorupsi,”

Peran KPK: Mendorong Gerakan dari Akar Rumput

KPK turut berperan aktif dalam melakukan pembinaan, monitoring, serta evaluasi terhadap pelaksanaan program ini. Lembaga antirasuah itu menilai bahwa pembentukan budaya antikorupsi di tingkat desa merupakan langkah preventif paling strategis untuk mencegah penyimpangan di masa depan.

“Desa adalah garda terdepan pelayanan publik. Membangun integritas dari desa berarti membangun pondasi bagi negara yang bersih. Sumatera Utara kami nilai sebagai salah satu provinsi yang progresif dalam mendukung program ini,”
— pernyataan resmi KPK, dikutip dari kpk.go.id.

Dalam pelaksanaannya, KPK memberikan panduan penilaian yang mencakup lima indikator utama:

  1. Tata laksana pemerintahan desa
  2. Pengelolaan keuangan desa
  3. Pelayanan publik
  4. Kelembagaan dan pengawasan
  5. Partisipasi masyarakat serta inovasi sosial

Desa yang mampu memenuhi standar tersebut berhak mendapatkan predikat Desa Antikorupsi.

Sinergi Lintas Lembaga

Program Desa Antikorupsi di Sumut melibatkan banyak pihak, mulai dari Pemerintah Provinsi, Dinas PMD Dukcapil, KPK, hingga masyarakat desa. Kolaborasi ini diwujudkan dalam bentuk:

  • Pelatihan aparatur desa mengenai manajemen keuangan dan integritas;
  • Pendampingan teknis penyusunan laporan keuangan berbasis transparansi publik;
  • Sosialisasi dan edukasi masyarakat desa tentang pentingnya partisipasi dalam pengawasan;
  • Pemanfaatan teknologi digital untuk publikasi data dan laporan keuangan desa secara daring.

“Kami ingin masyarakat desa menjadi subjek, bukan objek. Mereka harus tahu berapa dana yang masuk, untuk apa digunakan, dan bagaimana hasilnya,”
— jelas Parlindungan Pane dalam pertemuan koordinasi di Medan (September 2025).

Perluasan program ini disambut baik oleh berbagai pihak, termasuk pemerintah kabupaten, tokoh masyarakat, dan lembaga swadaya yang bergerak di bidang tata kelola pemerintahan.

Kepala Desa Sennah, misalnya, mengaku bahwa keterlibatan mereka dalam program ini membuat warga semakin percaya terhadap pengelolaan dana desa.

“Dulu masyarakat jarang tahu berapa dana desa yang diterima. Sekarang semua laporan kami tempel di papan informasi, bahkan kami unggah ke media sosial desa. Tidak ada yang disembunyikan,”
— ujar M. Rasyid, Kepala Desa Sennah, kepada Antara Sumut.

Sementara itu, tokoh masyarakat Tapanuli Selatan menyebut bahwa kehadiran program ini mendorong perubahan budaya di tingkat lokal — dari pola pikir birokratik menjadi pelayanan publik yang terbuka.

Tahapan dan Target: 2025–2026 sebagai Fase Perluasan

Meski sempat beredar informasi bahwa program Desa Antikorupsi akan diterapkan di seluruh kabupaten/kota Sumut pada tahun 2025–2026, namun belum ada dokumen resmi yang menetapkan target waktu tersebut.

Kadis PMD Dukcapil, Parlindungan Pane, menegaskan bahwa perluasan akan dilakukan secara bertahap, dengan mempertimbangkan kesiapan sumber daya manusia, tata kelola desa, serta dukungan dari pemerintah kabupaten dan masyarakat.

“Kami tidak ingin program ini sekadar seremonial. Lebih baik sedikit tapi berkualitas, daripada banyak tapi tidak berkelanjutan,”
— kata Parlindungan.

Gubernur Provinsi Sumatera Utara, Bobby Nasution menegaskan bahwa penguatan integritas di desa adalah bagian penting dari visi Sumut Berkah — Sumatera Utara yang Bermartabat, Energik, Responsif, Kolaboratif, Amanah, dan Harmonis.

“Kita ingin membangun Sumatera Utara dari desa. Kalau desa maju dan jujur, maka Sumut pasti kuat dan dipercaya,”
— ujar Bobby Nasution dalam salah satu pertemuan koordinasi dengan Dinas PMD di awal tahun 2025.

Dengan semangat itu, Pemprov Sumut menargetkan setiap kabupaten/kota memiliki minimal satu desa antikorupsi pada akhir masa jabatan 2026. Program ini diharapkan tidak hanya menekan potensi penyimpangan, tetapi juga menjadi fondasi moral bagi aparatur pemerintahan desa di masa mendatang.

Tantangan terbesar dari program ini bukan sekadar administrasi, melainkan perubahan budaya birokrasi. Korupsi di level lokal sering muncul bukan karena niat jahat, tetapi karena rendahnya kesadaran etika dan lemahnya sistem pengawasan.

Melalui pendidikan integritas, pelibatan warga, serta transparansi digital, Sumatera Utara berusaha membangun pola pikir baru di desa: bahwa setiap rupiah dari rakyat harus kembali untuk rakyat.

“Kami tidak ingin Desa Antikorupsi hanya menjadi label, tetapi menjadi gerakan sosial yang nyata dan hidup di tengah masyarakat,”
— tegas Parlindungan Pane.

Program Desa Antikorupsi merupakan langkah berani dan strategis yang dilakukan Pemprov Sumut untuk memperkuat fondasi pemerintahan yang bersih. Dari Batu Bara hingga Tapanuli Selatan, semangat membangun desa berintegritas mulai tumbuh dan menyebar.

Perluasan ke empat desa baru di tahun 2025 menjadi simbol bahwa perubahan bisa dimulai dari bawah — dari masyarakat yang percaya, aparatur yang jujur, dan pemerintah yang terbuka.

Dengan kolaborasi yang berkelanjutan antara Pemprov, KPK, dan masyarakat, Sumatera Utara menapaki jalan menuju daerah yang benar-benar berkah dan bebas korupsi.