BONA NEWS. Deli Serdang, Sumatera Utara. — Sengketa kepemilikan lahan di kawasan Komplek Cemara Asri, Desa Sampali, Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang, kembali mencuat setelah pengusaha Rivaldi Idris (57) menggugat Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Deli Serdang dan beberapa pihak lain ke Pengadilan Negeri Medan.
Gugatan tersebut teregistrasi dengan Nomor Perkara 339/Pdt.G/2025/PN.Mdn, dan menjadi perhatian publik karena menyangkut proses pemblokiran sertifikat hak milik (SHM) No. 04562 seluas ±250 meter persegi yang berlokasi di perumahan elit Cemara Asri. Rivaldi menilai proses administrasi pertanahan yang dilakukan oleh BPN tidak berjalan sesuai prosedur dan mengakibatkan ketidakpastian hukum atas tanah miliknya.
Awal Sengketa: Permohonan Blokir dan Gugatan ke PN Medan
Menurut pemberitaan GoSumut dan Waspada, Rivaldi Idris telah mengajukan permohonan blokir terhadap sertifikat SHM No. 04562 sejak Mei 2025. Permohonan tersebut diajukan sebagai bentuk perlindungan hukum atas tanah yang sedang disengketakan dengan pihak bank dan pihak ketiga lainnya.
Berdasarkan surat resmi BPN Deli Serdang Nomor HP.01/910-12.07/VI/2025 tertanggal 2 Juni 2025, BPN menyatakan bahwa pencatatan blokir atas sertifikat tersebut dilakukan pada 23 Mei 2025, sesuai dengan ketentuan Pasal 124 Peraturan Menteri ATR/BPN Nomor 18 Tahun 2021. Dalam surat itu dijelaskan bahwa blokir oleh perorangan atau badan hukum berlaku selama 30 hari kalender sejak tanggal pencatatan dan hanya dapat diperpanjang apabila ada perintah atau penetapan pengadilan.
Langkah itu ditempuh Rivaldi untuk mencegah terjadinya peralihan hak selama perkara kepemilikan masih diproses di pengadilan. Dalam gugatannya, Rivaldi menggugat PT Bank UOB Indonesia, Pemerintah RI c.q. Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (KPKNL Medan), serta BPN Deli Serdang.
Isi Gugatan dan Pokok Perkara
Dalam dokumen gugatan yang teregistrasi di PN Medan, Rivaldi menilai tindakan BPN yang tetap memproses sertifikat tanpa memperhatikan status blokir merupakan pelanggaran terhadap asas kepastian hukum. Ia menuntut agar BPN menunda segala bentuk perubahan data, peralihan, atau penerbitan sertifikat baru atas objek tanah tersebut sampai perkara memiliki kekuatan hukum tetap.
Perkara ini kemudian bergulir di Pengadilan Negeri Medan dengan agenda mediasi dan pemeriksaan saksi-saksi. Berdasarkan data Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PN Medan, persidangan berlangsung antara Juni hingga Agustus 2025, dengan agenda pembuktian tertulis dan saksi ahli mengenai prosedur blokir pertanahan.
Putusan PN Medan: Tanah Masih Berstatus Sengketa
Berdasarkan Direktori Putusan Mahkamah Agung, perkara tersebut telah diputus oleh PN Medan pada 27 Agustus 2025. Dalam amar putusannya, majelis hakim menolak eksepsi tergugat I (PT Bank UOB Indonesia) dan tergugat II (Pemerintah RI c.q. DJKN KPKNL Medan), serta mengabulkan sebagian gugatan penggugat (Rivaldi Idris).
Hakim menyatakan bahwa objek tanah seluas 250 m² di Komplek Cemara Asri dengan Sertifikat Hak Milik No. 04562 masih menjadi objek sengketa hingga perkara memperoleh kekuatan hukum tetap.
Dalam amar lainnya, majelis memerintahkan BPN Kabupaten Deli Serdang untuk menunda seluruh proses administrasi pertanahan, termasuk peralihan hak, balik nama, atau penerbitan sertifikat baru, sampai ada putusan inkrah.
Putusan tersebut menjadi dasar hukum yang memperkuat permohonan blokir yang telah diajukan sebelumnya.
Respons BPN Deli Serdang
Menanggapi pemberitaan di berbagai media, BPN Deli Serdang memberikan klarifikasi bahwa pihaknya telah memproses pemblokiran sesuai ketentuan yang berlaku. Dalam surat tertanggal 2 Juni 2025 itu, Kepala BPN Deli Serdang menjelaskan bahwa jangka waktu 30 hari untuk blokir bukan keputusan sepihak, melainkan aturan nasional sebagaimana tertuang dalam Permen ATR/BPN No. 18/2021.
BPN juga menegaskan bahwa mereka tidak memiliki kewenangan memperpanjang blokir tanpa dasar hukum yang jelas. Perpanjangan hanya dapat dilakukan bila ada perintah pengadilan atau penetapan resmi yang menyatakan tanah tersebut masih disengketakan.
Dengan adanya putusan PN Medan pada 27 Agustus 2025, secara hukum, BPN wajib mematuhi amar putusan tersebut dan menunda segala tindakan administrasi hingga perkara selesai seluruh tingkat peradilan.
Konteks Hukum dan Administratif
Pemblokiran sertifikat tanah merupakan salah satu bentuk perlindungan hukum yang diatur dalam Peraturan Menteri ATR/BPN Nomor 18 Tahun 2021 tentang Tata Cara Penanganan Kasus Pertanahan.
Menurut Pasal 124 peraturan tersebut, blokir dapat diminta oleh pihak yang merasa haknya terganggu, dan berlaku sementara selama 30 hari kalender. Perpanjangan memerlukan putusan atau penetapan pengadilan.
Dalam kasus di Deli Serdang ini, proses administrasi pemblokiran yang dilakukan BPN pada 23 Mei 2025 memang sesuai dengan aturan. Namun, karena perkara sudah masuk ranah peradilan dan kemudian diputus PN Medan pada Agustus 2025, maka status tanah otomatis tetap terblokir sampai ada keputusan berkekuatan hukum tetap.
Praktik semacam ini sering menjadi sumber kebingungan masyarakat, karena banyak pihak mengira bahwa blokir otomatis berlaku sampai sengketa selesai, padahal secara hukum, perpanjangan blokir membutuhkan dasar formal dari pengadilan.
Sengketa tanah di kawasan perumahan elit seperti Cemara Asri bukan hal baru. Kawasan tersebut berada di perbatasan antara Kota Medan dan Kabupaten Deli Serdang, sehingga persoalan batas administratif sering kali menimbulkan tumpang tindih kewenangan.
Dalam kasus Rivaldi Idris, lahan yang disengketakan berada di wilayah administrasi Desa Sampali, Kecamatan Percut Sei Tuan, tetapi memiliki nilai ekonomi tinggi karena bersebelahan dengan pusat bisnis dan perumahan di wilayah Medan Tembung. Nilai jual tanah di kawasan ini bisa tinggi sehingga potensi kerugian ekonomi akibat ketidakpastian hukum cukup besar.
Selain itu, kasus ini juga menyoroti pentingnya transparansi dalam pelayanan publik di sektor pertanahan. Proses blokir, pencatatan, maupun pembatalan sertifikat seharusnya dapat diakses secara terbuka melalui sistem elektronik untuk mencegah kesalahpahaman.
Dari hasil penelusuran media, sejumlah pengamat hukum agraria menilai sengketa seperti yang dialami Rivaldi Idris merupakan contoh nyata ketidakseimbangan antara hak warga dan sistem administrasi pertanahan.
Aturan 30 hari blokir memang perlu dikaji ulang agar tidak merugikan pihak yang sedang memperjuangkan haknya di pengadilan. Dalam konteks sengketa perdata, blokir seharusnya otomatis diperpanjang setelah gugatan terdaftar di pengadilan, karena status sengketa sudah tercatat secara hukum.
Langkah Lanjut dan Kemungkinan Banding
Setelah putusan PN Medan, pihak tergugat memiliki hak hukum untuk mengajukan upaya banding ke Pengadilan Tinggi Medan. Hingga pekan ketiga Oktober 2025, data SIPP belum mencatat adanya permohonan banding resmi.
Apabila tidak ada upaya hukum lanjutan, maka putusan PN Medan akan berkekuatan hukum tetap (inkrah) dan menjadi dasar bagi BPN Deli Serdang untuk mempertahankan status blokir sertifikat sampai ada penyelesaian administratif akhir.
Namun, apabila banding diajukan, sengketa ini akan berlanjut ke tingkat pengadilan yang lebih tinggi dan status blokir tetap berlaku otomatis hingga putusan berkekuatan tetap.
Kasus ini mendapat perhatian luas di media sosial dan forum warga Cemara Asri. Banyak warga menyoroti perlunya transparansi BPN dalam menangani permohonan blokir, terutama dalam kasus yang sudah masuk proses hukum.
Beberapa komentar di platform berita lokal menilai bahwa kasus Rivaldi Idris menjadi cermin tantangan reformasi birokrasi pertanahan, di mana integritas pelayanan publik masih dipertanyakan meski sudah ada digitalisasi layanan melalui Sistem Informasi Pertanahan Nasional (SIPN).
Di sisi lain, sebagian pengamat mengapresiasi langkah PN Medan yang dianggap memberikan perlindungan hukum kepada pemohon blokir melalui amar putusan yang jelas dan tegas.
Kasus sengketa sertifikat SHM No. 04562 di Komplek Cemara Asri, Deli Serdang, antara Rivaldi Idris dan BPN Deli Serdang menunjukkan pentingnya transparansi, ketelitian, dan kepastian hukum dalam administrasi pertanahan di Indonesia.
Dari hasil pemeriksaan dokumen dan putusan pengadilan, seluruh fakta menunjukkan bahwa:
- BPN Deli Serdang memang telah melakukan pencatatan blokir pada 23 Mei 2025, sesuai regulasi yang berlaku.
- Masa berlaku blokir adalah 30 hari, dan perpanjangan memerlukan penetapan pengadilan.
- PN Medan melalui putusan 339/Pdt.G/2025/PN.Mdn telah memerintahkan BPN menunda seluruh proses pertanahan atas objek tersebut sampai ada putusan berkekuatan hukum tetap.
Dengan demikian, kasus ini menjadi contoh konkret bagaimana koordinasi antara lembaga administrasi pertanahan dan peradilan harus berjalan seimbang untuk menjamin hak warga.
