BONA NEWS. Medan, Sumatera Utara.  – Harga kelapa sawit plasma di Provinsi Sumatera Utara (Sumut) kembali menunjukkan pergerakan positif. Berdasarkan data terbaru dari Dinas Perkebunan dan Peternakan Sumut, harga sawit plasma naik tipis menjadi Rp3.654,16 per kilogram. Kenaikan ini memberikan optimisme bagi petani sawit plasma, meskipun tantangan produksi dan fluktuasi harga masih menjadi perhatian.

Kelapa sawit plasma merupakan sawit yang dikelola oleh kelompok tani atau koperasi yang bermitra dengan perusahaan besar. Harga sawit plasma kerap menjadi indikator ekonomi pedesaan, terutama di kabupaten penghasil sawit seperti Langkat, Deli Serdang, Asahan, dan Labuhan Batu.

Kepala Dinas Perkebunan dan Peternakan Sumut, M. Zakir Syarif Daulay, S.Hut., MM, menjelaskan bahwa kenaikan harga pada pekan ini dipengaruhi oleh beberapa faktor.

“Meskipun kenaikannya tidak terlalu besar, harga Rp3.654 per kilogram tetap membantu meningkatkan pendapatan petani plasma, terutama dalam menutupi biaya operasional seperti pupuk dan tenaga kerja,” ujar Zakir Syarif Daulay, Sabtu (13/9/2025).

Petani sawit plasma di Kabupaten Langkat menyambut baik kenaikan ini. Salah satunya, Sutrisno (45), seorang petani di Desa Sei Lepan, menyatakan, “Kenaikan harga meskipun sedikit, tetap membantu kami untuk membayar biaya operasional dan merencanakan panen berikutnya.” Menurutnya, penerapan pola tanam yang baik dan perawatan rutin membuat produksi sawit tetap stabil meski menghadapi cuaca yang tidak menentu.

Namun, kenaikan harga sawit plasma masih menghadapi tantangan. Menurut Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo), harga jual sawit plasma di tingkat petani dipengaruhi biaya transportasi, kualitas tandan buah segar (TBS), dan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. TBS yang tidak memenuhi standar kualitas dapat menurunkan harga yang diterima petani.

Selain itu, musim hujan yang cenderung panjang di beberapa wilayah Sumut juga menjadi perhatian. Hujan deras dapat menghambat proses panen dan memengaruhi kualitas buah sawit. Kepala Bidang Perkebunan Dinas Perkebunan dan Peternakan Sumut, Ika Sari, menegaskan pentingnya pemantauan cuaca dan perawatan tanaman agar kualitas TBS tetap terjaga.

Secara ekonomi, kenaikan harga sawit plasma berdampak positif bagi perekonomian pedesaan. Banyak desa yang menggantungkan perekonomian pada sawit plasma, baik sebagai sumber pekerjaan maupun pendapatan keluarga. Menurut Badan Pusat Statistik Sumut, sektor perkebunan, khususnya kelapa sawit, menyumbang sekitar 15 persen PDRB pertanian provinsi ini. Stabilitas harga TBS diharapkan dapat meningkatkan daya beli masyarakat pedesaan, mendukung konsumsi lokal, dan mendorong sektor usaha mikro.

Keberlanjutan lingkungan juga menjadi fokus pemerintah dan perusahaan mitra plasma. Praktik budidaya yang ramah lingkungan, seperti pemanfaatan limbah tandan kosong sebagai pupuk kompos dan pengendalian pestisida, diterapkan untuk menjaga produktivitas sawit dan mendukung standar keberlanjutan nasional maupun internasional.

Selain itu, pemerintah provinsi melalui Dinas Perkebunan dan Peternakan Sumut mendorong petani memanfaatkan fasilitas kredit dan asuransi tanaman. Beberapa bank menawarkan kredit dengan bunga ringan, sedangkan asuransi perkebunan membantu melindungi petani dari risiko gagal panen akibat cuaca ekstrem. Dengan kombinasi harga stabil, dukungan pembiayaan, dan praktik pertanian yang baik, petani sawit plasma diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan secara berkelanjutan.

Dari sisi pasar internasional, harga CPO sempat berfluktuasi karena kondisi geopolitik dan permintaan global yang tidak menentu. Namun, permintaan minyak nabati dari negara-negara Asia, seperti India dan China, tetap kuat, memberikan tekanan positif terhadap harga sawit domestik. “Ketika permintaan internasional tinggi, harga di tingkat petani biasanya ikut naik meski ada biaya logistik,” kata Andi Pratama, analis pasar komoditas dari Medan.

Kenaikan harga sawit plasma Sumut menjadi perhatian pemerintah pusat karena sawit adalah komoditas unggulan ekspor. Stabilitas harga di tingkat petani penting untuk menjaga kesinambungan produksi. Pemerintah melalui Kementerian Pertanian dan Kementerian Perdagangan rutin memantau harga TBS dan memberikan rekomendasi kebijakan untuk menjaga keseimbangan pasar.

Meski kenaikan kali ini tergolong tipis, banyak petani optimis tren positif dapat berlanjut dengan dukungan teknologi digital untuk manajemen panen dan pemantauan kualitas TBS. Beberapa koperasi plasma telah menggunakan aplikasi untuk memantau produksi harian, sehingga keputusan penjualan dapat lebih tepat waktu dan menguntungkan.

Pendidikan dan pelatihan bagi petani juga menjadi faktor penting. Dinas Perkebunan dan Peternakan Sumut bersama perusahaan mitra secara rutin mengadakan pelatihan pemupukan, pengendalian hama, dan manajemen pasca panen. Dengan pengetahuan yang memadai, petani dapat menjaga kualitas sawit plasma lebih baik dan meningkatkan harga jual.

Secara keseluruhan, kenaikan harga sawit plasma menjadi kabar menggembirakan bagi petani dan ekonomi pedesaan. Meskipun tantangan cuaca, biaya logistik, dan fluktuasi pasar tetap ada, upaya pemerintah, koperasi, dan petani sendiri diharapkan dapat menjaga keberlanjutan produksi dan kesejahteraan masyarakat.

Kepala Dinas Perkebunan dan Peternakan Sumut, M. Zakir Syarif Daulay, menegaskan, “Kami berharap harga sawit plasma terus stabil dan meningkat, sehingga petani dapat merencanakan produksi dengan lebih baik dan ekonomi pedesaan Sumut semakin berkembang.”

Dengan perhatian yang tepat dari semua pihak, kelapa sawit plasma di Sumut memiliki potensi besar untuk memberikan manfaat ekonomi dan sosial yang berkelanjutan bagi masyarakat.