BONA NEWS. Jakarta, Indonesia. — Pertanyaan mengenai mengapa Gubernur Sumatera Utara, Bobby Nasution, belum juga diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali mencuat setelah Dewan Pengawas KPK (Dewas) memanggil sejumlah penyidik dan jaksa penuntut umum (JPU) yang menangani kasus dugaan korupsi proyek infrastruktur di Sumatera Utara. Panggilan ini menandai babak baru dari kasus yang sejak awal menarik perhatian publik karena melibatkan nilai proyek besar, pejabat strategis, dan dinamika politik jelang tahun politik daerah.
Penyidikan kasus ini bermula dari Operasi Tangkap Tangan (OTT) pada 26 Juni 2025, ketika tim KPK menemukan dugaan suap terkait proyek perbaikan dan pembangunan jalan di Sumatera Utara yang ditangani Dinas PUPR dan Satker PJN Wilayah I. Lima orang langsung ditetapkan sebagai tersangka, terdiri atas pejabat PUPR, pejabat pembuat komitmen (PPK), serta kontraktor. Namun, seiring pendalaman penyidikan, muncul sejumlah nama lain yang diduga memiliki hubungan kedinasan maupun kedekatan politik dengan struktur proyek di lapangan.
Salah satu nama yang disebut dan menjadi perhatian publik adalah Bobby Nasution, Gubernur Sumatera Utara. Meski namanya beberapa kali muncul dalam diskusi publik dan laporan masyarakat sipil, hingga kini KPK belum pernah memanggil atau memeriksanya—bahkan sebagai saksi.
Situasi inilah yang memunculkan pertanyaan keras: Ada apa dengan KPK?
Dewas Turun Tangan: Panggil Penyidik dan Jaksa
Gelombang desakan dari berbagai elemen masyarakat mendorong Dewan Pengawas KPK turun tangan. Dewas diketahui telah memeriksa Kepala Satuan Tugas Penyidikan KPK, Rossa Purbo Bekti, pada Kamis, 4 Desember 2025. Sehari sebelumnya, dua Jaksa Penuntut Umum (JPU) juga dipanggil untuk dimintai keterangan mengenai dugaan hambatan internal penyidikan.
Sumber internal menyebut bahwa pemanggilan ini terkait laporan publik yang menduga adanya delaying, atau upaya memperlambat pemanggilan saksi tertentu. Meskipun Dewas belum memberikan keputusan ataupun rekomendasi final, langkah pemanggilan ini dinilai sebagai sinyal kuat bahwa ada persoalan serius di tubuh KPK terkait konsistensi penanganan perkara.
Ketua Dewas KPK Tumpak Hatorangan Panggabean, saat dikonfirmasi media, mengatakan bahwa pihaknya hanya menindaklanjuti laporan dan memastikan proses penegakan etik berjalan.
“Kami memanggil penyidik dan jaksa untuk meminta klarifikasi. Proses masih berjalan. Kami harus memastikan apakah ada pelanggaran atau tidak,” ujar Tumpak pada Kamis (4/12/2025).
Mengapa Nama Bobby Tak Pernah Dipanggil?
Ini pertanyaan paling krusial. Dalam tiga bulan lebih sejak OTT, tidak ada satu pun pemanggilan terhadap Bobby Nasution—padahal dalam kasus korupsi proyek wilayah, pemeriksaan terhadap kepala daerah lazimnya dilakukan sejak tahap awal penyidikan sebagai saksi untuk memperjelas alur kebijakan, alokasi anggaran, dan mekanisme pekerjaan.
“Dalam berkas perkara, tidak ada informasi, data, atau bukti yang menunjukkan perlunya memanggil Gubernur Sumatera Utara. Penyidik bekerja berdasarkan alat bukti,” kata juru bicara KPK dalam keterangan, Minggu (30/11/2025).
Namun, pernyataan itu tidak dengan mudah meredam kecurigaan publik.
Beberapa organisasi antikorupsi mempermasalahkan mengapa keterangan saksi-saksi di lapangan yang diduga mengaitkan sejumlah pejabat struktural justru tidak berlanjut kepada pejabat puncak, terutama ketika proyek tersebut termasuk dalam kewenangan provinsi.
Tekanan dari Aktivis dan Akademisi: “KPK Tidak Boleh Pilih Kasus”
Sejumlah aktivis dari Sumatera Utara, Jakarta, hingga lembaga riset tata kelola anggaran ikut mempertanyakan lambannya pemanggilan Bobby.
Seorang aktivis dari Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi Sumut, M. Darma Siregar, mengatakan:
“Tidak ada siapapun yang berada di atas hukum. Jika ada indikasi atau laporan masyarakat, KPK wajib melakukan pemanggilan. Publik melihat ketidakwajaran ketika nama besar tidak disentuh.” ujarnya, Jum’at (5/12/2025).
Kasus besar seperti proyek jalan multiyear umumnya membutuhkan kajian dari pejabat tertinggi daerah. Pemeriksaan kepala daerah dalam kasus proyek biasanya dilakukan untuk memastikan alur kebijakan. Bahkan jika nanti tidak terlibat, ini bagian dari prosedur klarifikasi. Ketika proses itu tidak terjadi, wajar jika publik mencurigai KPK tidak bekerja optimal.
Pemerhati kebijakan publik Bobby Apriliano, ikut menyoroti belum dipanggilnya Gubernur Sumut Bobby Nasution oleh KPK. Dalam keterangannya pada Sabtu, 6 Desember 2025, Bobby Apriliano menilai bahwa KPK harus bekerja tanpa kompromi.
“KPK tidak boleh pilih kasih. Kalau ada laporan masyarakat dan ada kejanggalan dalam alur penyidikan, maka semua pihak yang berkaitan harus diperiksa, termasuk kepala daerah,” ujar Bobby Apriliano, Sabtu (6/12/2025).
Ia menambahkan bahwa pemeriksaan kepala daerah bukan berarti ada unsur penetapan tersangka, melainkan bagian dari klarifikasi prosedural.
“Dalam kasus proyek besar seperti ini, memanggil kepala daerah justru membantu memperjelas struktur wewenang. Publik akan bertanya-tanya jika proses itu tidak dilakukan,” kata Bobby Apriliano.
Lebih jauh, ia menegaskan bahwa transparansi KPK sangat menentukan kepercayaan publik.
“Kejujuran proses itu penting. KPK harus memastikan tidak ada intervensi, tidak ada ketakutan, dan tidak ada perlambatan yang tidak berdasar. Ini soal integritas lembaga,” tegas Bobby Apriliano.
Menurutnya, jika KPK terus menunda pemanggilan saksi kunci, persepsi publik bisa semakin buruk terhadap lembaga anti-rasuah itu.
Politik di Balik Kasus?
Sebagian pengamat melihat bahwa kasus ini berada dalam konteks politik yang tidak sederhana. Bobby Nasution bukan hanya pejabat publik, tapi juga figur penting dalam jejaring kekuasaan nasional. Menantu Presiden Jokowi ini memiliki posisi strategis dalam peta politik lokal maupun nasional.
Karena itu, muncul analisis bahwa KPK mungkin “berhitung politik” dalam mengambil langkah.
Namun analis politik dari UIN Syarif Hidayatullah, Yunarto Amri, menegaskan:
“Jika KPK membiarkan persepsi publik bahwa mereka takut memeriksa individu tertentu, maka kerusakan reputasinya akan sangat dalam. KPK harus menunjukkan independensi penuh.” kata Yunarto kepada wartawan, Kamis (4/12/2025)
Hingga kini tidak ada bukti yang menunjukkan adanya intervensi politik. Namun, urungnya pemeriksaan selama lebih dari tiga bulan membuat spekulasi semakin berkembang.
Dinamika Internal KPK: Ada Tekanan? Ada Hambatan?
Pemeriksaan Dewas terhadap penyidik dan jaksa menandakan ada dinamika yang tidak normal di internal lembaga antirasuah itu. Biasanya, jika penyidik berjalan sesuai prosedur, Dewas tidak perlu turun tangan sampai tiga kali pemanggilan dalam satu kasus.
Beberapa sumber media nasional menyebut adanya ketidakselarasan antara jaksa dan penyidik soal arah pendalaman kasus. Ada pihak yang ingin memperdalam dugaan keterlibatan pejabat lebih tinggi, namun ada pula pihak yang menilai bukti belum cukup.
Dari sudut pandang prosedur, kasus ini masih bisa diperluas jika ditemukan bukti baru dari sidang, pemeriksaan saksi tambahan, atau pengembangan tersangka baru.
Kasus ini dikhawatirkan menambah daftar panjang kritik terhadap KPK, terutama setelah revisi UU KPK pada 2019 yang dinilai mengurangi independensi lembaga tersebut. Publik menilai kini KPK bekerja lebih lambat, kurang agresif, dan lebih berhati-hati dalam menyentuh figur-figur besar.
Beberapa survei menunjukkan bahwa tingkat kepercayaan publik terhadap KPK mengalami penurunan dalam empat tahun terakhir.
Jika pada akhirnya kasus ini berakhir tanpa pemanggilan terhadap tokoh kunci yang disebut dalam laporan masyarakat, hal ini berpotensi memperburuk persepsi publik bahwa KPK sudah kehilangan taringnya.
Hingga artikel ini diturunkan, belum ada tanda-tanda bahwa KPK akan memanggil Bobby Nasution sebagai saksi. Namun KPK menyebut penyidikan dapat berkembang mengikuti dinamika persidangan.
Dewas pun masih melakukan pemeriksaan lanjutan. Keputusan mereka—apakah ada pelanggaran etik atau tidak—akan sangat menentukan arah kasus ini.
Jika Dewas menemukan adanya penyimpangan atau pelambatan yang tidak wajar, mereka dapat memberikan rekomendasi yang berdampak langsung pada penyidik, termasuk:
- teguran tertulis
- penundaan jabatan
- bahkan penghentian penanganan oleh tim tertentu
Di sisi lain, jika Dewas menyatakan tidak ada pelanggaran, maka kasus dianggap berjalan sesuai prosedur—meski tetap akan menimbulkan kritik di ruang publik.
Seluruh dinamika ini membuat pertanyaan publik tetap menggantung:
Mengapa Bobby Nasution belum diperiksa?
Ada apa dengan KPK?
Hingga hari ini, tidak ada jawaban final.
Yang ada baru potongan-potongan informasi yang terus bergerak: pemanggilan Dewas, keterangan juru bicara, tekanan masyarakat, analisis pengamat, dan dinamika internal lembaga.
Pada akhirnya, proses hukum—jika berjalan jujur—akan memberikan jawabannya. Publik hanya bisa menunggu, sambil terus mengawasi, agar perkara besar seperti ini tidak berhenti di tengah jalan.
