BONA NEWS. Sumatera Utara. – UMKM dan Wajah Ekonomi Rakyat, ketika pandemi COVID-19 melanda dunia pada 2020 lalu, banyak sektor usaha kolaps. Namun, satu sektor yang tetap bertahan dan menjadi penyangga ekonomi nasional adalah Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Bahkan hingga kini, saat perekonomian global masih bergejolak, UMKM tetap menjadi tumpuan utama masyarakat Indonesia dalam mencari penghidupan.
Di balik warung kelontong, kedai kopi di gang sempit, pengrajin tas kulit di desa, hingga penjual gorengan pinggir jalan — di situlah denyut ekonomi Indonesia sebenarnya berdetak. UMKM adalah ekonomi rakyat, dan rakyat adalah jantung negeri ini.
Definisi UMKM Menurut Regulasi
UMKM secara hukum diatur dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah. Klasifikasi UMKM merujuk pada dua hal utama: jumlah aset (tidak termasuk tanah dan bangunan) dan omzet tahunan.
Klasifikasi UMKM:
| Jenis Usaha | Aset Maksimal | Omzet Maksimal per Tahun |
|---|---|---|
| Mikro | ≤ Rp50 juta | ≤ Rp300 juta |
| Kecil | ≤ Rp500 juta | ≤ Rp2,5 miliar |
| Menengah | ≤ Rp10 miliar | ≤ Rp50 miliar |
Kontribusi UMKM: Data dan Fakta
Menurut data dari Kementerian Koperasi dan UKM, hingga 2024:
- Jumlah pelaku UMKM mencapai 65,4 juta unit.
- UMKM menyumbang sekitar 60,5% terhadap PDB nasional.
- Menyerap 97% tenaga kerja Indonesia.
- UMKM menyumbang lebih dari 14% total ekspor nonmigas.
Dengan kata lain, 9 dari 10 pekerja di Indonesia bergantung langsung pada keberadaan UMKM. Ini bukan sekadar sektor pendukung, tapi fondasi utama ekonomi nasional.
Potret Nyata UMKM di Daerah
Di desa-desa dan kota kecil, UMKM menjadi sumber nafkah utama. Seperti Mak Encih, pengusaha kue basah di Kota Garut, yang kini mempekerjakan 5 tetangganya setelah usahanya viral di TikTok. Atau Sabar Sihotang, petani kopi dari Mandailing Natal yang mengolah biji kopi menjadi produk siap seduh dan mengekspornya ke Malaysia secara mandiri.
Cerita-cerita ini nyata dan banyak terjadi. Namun, di balik kisah sukses, masih banyak pelaku UMKM yang berjalan tertatih-tatih tanpa bantuan, tanpa akses pasar, dan tanpa literasi digital yang memadai.
Tantangan Serius yang Masih Dihadapi UMKM
1. Keterbatasan Akses Permodalan
Hingga kini, hanya sekitar 20% UMKM yang bisa mengakses kredit dari lembaga perbankan. Masalahnya? Tidak punya agunan, belum legal secara hukum, atau tidak paham prosedur.
2. Rendahnya Literasi Digital
Digitalisasi adalah kunci masa depan. Sayangnya, hanya 22% UMKM yang telah go digital secara optimal (data BPS 2024). Sisanya masih mengandalkan metode konvensional.
3. Sumber Daya Manusia (SDM) Lemah
Banyak pelaku UMKM menjalankan usaha berdasarkan pengalaman atau keterampilan turun-temurun, tanpa manajemen keuangan, pemasaran, atau pengembangan produk yang memadai.
4. Legalitas dan Sertifikasi yang Rumit
Masih banyak UMKM yang belum memiliki NIB, PIRT, sertifikasi halal, atau izin edar BPOM, karena menganggap prosesnya mahal dan rumit.
5. Keterbatasan Akses Pasar dan Rantai Pasok
Banyak produk UMKM yang hanya dijual di pasar lokal. Belum mampu menembus pasar nasional, apalagi ekspor. Permasalahan logistik juga menjadi hambatan serius.
Upaya dan Program Pemerintah
Pemerintah sebenarnya telah meluncurkan berbagai program untuk mendorong kemajuan UMKM:
- KUR (Kredit Usaha Rakyat): Pinjaman bunga rendah tanpa agunan.
- Program Bangga Buatan Indonesia (BBI): Mempromosikan produk lokal ke pasar digital.
- Pelatihan digitalisasi oleh Kominfo dan Kemendag.
- Fasilitasi sertifikasi halal gratis (Sertifikasi Halal Self Declare).
- Plaza UMKM di setiap kota besar sebagai etalase produk unggulan daerah.
Namun, program ini belum merata. Di banyak daerah, pelaku UMKM bahkan belum tahu bagaimana cara mengaksesnya.
Strategi Pengembangan UMKM secara Holistik
Agar UMKM benar-benar menjadi tulang punggung ekonomi modern, diperlukan pendekatan lintas sektor yang strategis dan terukur.
1. Akses Pembiayaan yang Lebih Inklusif
- Perluasan KUR berbasis komunitas.
- Pendirian Lembaga Keuangan Mikro BUMDes.
- Kolaborasi bank dan fintech untuk pinjaman berbasis data digital.
2. Peningkatan Kapasitas SDM
- Pelatihan manajemen keuangan, branding, pemasaran digital.
- Inkubasi bisnis berbasis kampus dan komunitas.
- Penyediaan mentor bisnis untuk UMKM pemula.
3. Digitalisasi Menyeluruh
- Akses internet murah dan pelatihan e-commerce di desa.
- Pendampingan membuat website, akun marketplace, dan media sosial.
- Penggunaan aplikasi kasir dan pencatatan keuangan (POS).
4. Integrasi UMKM ke Rantai Pasok Industri Besar
- Kemitraan antara BUMN dengan UMKM lokal.
- Kurasi produk lokal agar sesuai standar pasar nasional.
- Prioritas UMKM dalam pengadaan barang/jasa pemerintah.
5. Regulasi yang Mempermudah
- Percepatan izin usaha via OSS (Online Single Submission).
- Penghapusan biaya perizinan untuk usaha mikro.
- Satu pintu layanan UMKM di tiap daerah.
UMKM Naik Kelas: Harapan dan Keniscayaan
“UMKM naik kelas” bukan sekadar slogan. Ini adalah panggilan untuk mengangkat para pelaku usaha kecil agar tidak hanya bertahan, tapi juga berkembang, berinovasi, dan menjadi aktor penting dalam transformasi ekonomi nasional.
Contoh nyata datang dari UMKM fashion di Bandung yang berhasil ekspor ke Dubai setelah mengikuti program ekspor digital. Atau UMKM kuliner di Medan yang meraup omzet puluhan juta per bulan berkat pemasaran di TikTok dan Shopee Live.
Kunci dari semuanya adalah: pendampingan, kemudahan regulasi, dan akses pasar yang terbuka.
UMKM bukan sekadar sektor ekonomi kecil. Mereka adalah simbol ketahanan, kreativitas, dan kerja keras rakyat Indonesia. Mereka bukan beban negara, melainkan aset bangsa yang sangat bernilai.
Pemerintah, swasta, komunitas, hingga media seperti Bona News & TV memiliki peran penting dalam menciptakan ekosistem yang sehat bagi UMKM.
Mari kita jaga, dukung, dan bantu mereka tumbuh. Karena ketika UMKM maju, Indonesia pun akan bergerak maju. (Red)
